LightBlog

Thursday, January 24, 2013

PSIKOLOGI AGAMA DAN KECENDERUNGAN PRAGMATISME

Mata Kuliah Psikologi Agama



A.    Pendahuluan
Wiliam jemes, adalah salah satu bapak psikologi agama, dalam bukunya, The Varienties of Religious Experience, merupakan pembahasan agama yang paling mendalam dan komprehensif. Sebagai mana yang diungkapkan dalam karyanyatersebut agama memiliki peranan sentral dalam menentukan perilaku manusia. Dorongan beragama manusia, kata James sama dengan dorongan-dorongan lainya.
Penelitian dalat diamati, dan dapat kita lihat secara jelas pada efek psikologis bagi para pemeluknya. Sebagai mana dalam pengamatan kita, orang yang beragama dan keimanannya kuat akan lebih memiliki semangat dan perasaan tenang dalam menghadapi masalah dan menjawab persoalan hidupnya. Setidak tingkat religiusitas individu akan memberi dampak yang nyata dalam setiap perilaku, pola pikir, dan perseptual mereka terhadap kejadian dan proses dalam kehidupanya.
Akan tampak berbeda, dalam pengamatan kita, semisal pada cara orang menyelesaikan masalah dalam keseharianya. Ketika menghadapi musibah kematian, atau kegagalan hidup, manusia yang tingkat keberagamaannya tinggi akan lebih tenang dan siap dalam menyikapinya, dan berusaha keluar dari permasalahan tersebut dengan mengembalikan masalah ke sumber asal masalahnya, dan dengan tegar menghadapinya. Berbeda sekali ketika masalah tersebut dialami seseorang yang secara religi kurang dalam, maka akan terlihat lebih terbebani, menjadi beban berat dalam hidupnya.
Taat terhadap norma agama akan berdampak luar biasa terhadap aspek psikologi manusia. Sepirit hidup manusia akan lebih kuat melihat pada orientasi terjauh dalam setiap tindakan, perbuatan yang ia kerjakan. Karena pada Yang Maha Tunggal lah ia berhadap, bukan pada hal-hal lain apalagi hal-hal pragmatis yang sesaat.
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Agama
Dalam berbagai macam literatur, secara devititif ditemukan begitu variatif menyangkut pengertian agama, lepas dari pandangan penganut materialisme, agama secara umum dapt kita devinisikan  gugusan metaetis yang memberikan dasar dan landasan bagi manusia, baik dalam hubungan dengan Yang Kuasa, sesamanya, atau pun terhadap kesemestaan. Agama merupakan seperangkat aturan yang diyakini bagi para pemeluknya sebagai keutuhan norma dan aturan untuk membimbing masnusia mengarah pada perilaku baik, santun dan arif, baik pada dirinya, orang lain atau lingkungan alam sekitarnya.
Agama tidak hanya terbatas pada aspek keimanan tetapi mencakup seperangkat dasar-dasar pemikiran, perbuatan, norma-norma yang memberikan kontirbusi teramat besar terhadap perilaku, cara pendang, dan perseptual manusia terhadap sesuatu.
Agama dalam prsepektif psikologi, adalah seperangkat kajian tentang efek psikis bagi manusia yang disebabkan oleh dorongan agama yang telah terinternalisasi dalam dirinya, karena tidak jarang kita temukan adanya gejala-gejala keimanan yang terwujud dalam laku manusia sebagai wujud kondisi derajat keimanan manusia.
2.      Pengaruh Agama dalam Psikologi
Persoalanagama sama pentingnya untuk kita kaji, motif agama sama besarnya dengan motif-motif lain, bagi tindakan dan kondisi jiwa mannusia. Dorongan keimanan manusia memberikan dampak luar biasa bagi mental, dan cara manusia menghadapi masalah, menjawab persoalan dan melakukan tindakan-tindakan nyata. Dalam keseharian, sering didapati orang melakukan suatu tindakan disebabkan karena ada motifasi untuk meraih materi, prestasi, sosial. Tetapi tidak sedikit orang melakukan suatu pekerjaan karena ada dorongan agama, termotofasi oleh kebutuhan-kebutuhan akan pahala dan janji-janji yang sifatnya eskatologis, tindakan seperti ini dalam optik agama merupakan manusia yang baik kualitas imanya, karena apa yang dilakukannya semata-mata ingin mengharap pahala, atau ridlo Allah SWT. Perbuatan dan amaliyahnya tidak masuk dalam kategori-kategori piramid kebutuhan Abraham Maslow semata, tetapi ada orientasi transendental, melihat hikmah dari tindakanya untuk mendapat ridzo Tuhan.
3.      Kecenderungan Pragmatisme
Setiap pragmatis lazim kita temuai dalam pengalaman kita sehari-hariyang terkadang secara tidak sadar kita mengalami secara pribadi tanpa mengulas secra teoritis philosofis kita sudah dapat membuktikanya. Kecenderungan pragmatisme kerap kali muncul, semisal dalam dalam kegiatan kita kerap kali cenderung pada arah yang pragmatis, entah dalam tindakan sosial kita, komunikasi kita ataupun dalam kegiatan yang sepantasnya tidak paragmatis itu menempatinya, seperti berorganisisasi, berinteraksi, dan pertemuan, kadang tak luput dari orientasi yang pragmatis.
Pertanyaan yang patut kita ajukan adalah kenapa hal demikian sering muncul dalam kehidupan manusia? Adalah wajar hal itu terjadi karena manusia terkadang lupa dengan hal-hal yang lebih berarti, terlebih dalam abad moderen ini pragmatisme bagian yang mewarnai masyarakat moderen yang selalu mengukur sesuatu dengan materi, dihitung dari imbalan yang berwujud materi. Uang sebagai salah satu bentuk ukuran dengan apa yang telah dilakukannya, manusia melakukan sesuatu dengan mengharapkan imbalan seperti uang, posisi, atau peran yang menguntungkan.
4.      Psikologi Agama dan Kecenderungan Pragmatisme
Doktrin ajaran agama mana pun lebih memberi pada penekanan dimensi sepiritual, meskipun aspek-aspek lain tak teralpakan, hal-hal taabudiyah menjadi tawaran utama sebagai media mengenal Tuhamn. religius tunggal dimana kita mengembalikan semua yang kita lakukan, kita alami, dan kitaterima kepada-Nya. Praktik-praktik keagamaan religiusitas cenderung mengarah pada bagai mana manusia agar tidak terbelenggu oelh materi, duniawiyah yang ada disekitarnya. Aspek ritual kebeagamaan memberikan kemantapan pada keimanan para pemeluk agama, semakin tinggi aktifitas ritual keagamaannya maka biasanya makin akan bertambah kekokohan batiniyah, semakin kuat rasa keimananya.
Dimensi non material menjadi hal terpenting dalam ajaran agama. Agama mengajarkan manusia tentang ikhlas, tulus dalam melakukan tindakan amal, menawarkan janji-janji yang bersifat ukhrowi, maka orang yang ritualnya kuat, keimanannya kuat akan semakin meminimalisir kecenderungan terhadap sesuatu yang terbatas. Nilai tulus ikhlas mengantarnya pada penghambaan mutlak pada sang Pencipta, lebih berorientasi pada hal-hal yang lebih surgawi, dan minim kearah atau cenderung pragmatis, sesaat dan materialistis.
C.     Penutup
Psikologi memperlakukan agama buka sebagai fenomena lagi yang seba sakral dan transenden. Dalam makalah yang kami susun telah menyertakan pula devinisi agama secara umum, bahwa agama adalah sesuatu yang asasi, yang dapat berdampak kepada kehidupan sosial, agama juga sebagai tolak ukur untuk manusia melakukan sesuatu kegiatan dan manusia dalam menyelesaikan atau menaggapi persoalan hidup. Manusia yang tingkat ritualnya tinggi tantunya akan memandang agama dengan arif dan bijaksana, berbeda dengan orang yang tingkat ritualnya cenderung menganggap agama sebagai pelarian ketika dia ditimpa masalah, dan ketika dalam keadaan yang yang normal lebih disibukkan dengan hal-hal yang bersifat sementara.
Kecenderungan pragmatisme dalam manusia beragama disebabkan karen latar belakang dicuptakannya manusia. Mannusia diciptakan dalam keadaan yang suci, tetapi manusia juga diciptakan dalam keadaanyang lemah, dan dengan kelemahan yang dimiliki oleh manusia, maka manusia dapat berubah kapan pun, dimana pun dan menjadi apa pun.

No comments:

Post a Comment

Adbox