Mata Kuliah Psikologi Agama
A.
Pendahuluan
Wiliam jemes, adalah salah satu bapak psikologi agama,
dalam bukunya, The Varienties of Religious Experience, merupakan pembahasan
agama yang paling mendalam dan komprehensif. Sebagai mana yang diungkapkan
dalam karyanyatersebut agama memiliki peranan sentral dalam menentukan perilaku
manusia. Dorongan beragama manusia, kata James sama dengan dorongan-dorongan
lainya.
Penelitian dalat diamati, dan dapat kita lihat secara
jelas pada efek psikologis bagi para pemeluknya. Sebagai mana dalam pengamatan
kita, orang yang beragama dan keimanannya kuat akan lebih memiliki semangat dan
perasaan tenang dalam menghadapi masalah dan menjawab persoalan hidupnya.
Setidak tingkat religiusitas individu akan memberi dampak yang nyata dalam
setiap perilaku, pola pikir, dan perseptual mereka terhadap kejadian dan proses
dalam kehidupanya.
Akan tampak berbeda, dalam pengamatan kita, semisal
pada cara orang menyelesaikan masalah dalam keseharianya. Ketika menghadapi musibah
kematian, atau kegagalan hidup, manusia yang tingkat keberagamaannya tinggi
akan lebih tenang dan siap dalam menyikapinya, dan berusaha keluar dari
permasalahan tersebut dengan mengembalikan masalah ke sumber asal masalahnya,
dan dengan tegar menghadapinya. Berbeda sekali ketika masalah tersebut dialami
seseorang yang secara religi kurang dalam, maka akan terlihat lebih terbebani,
menjadi beban berat dalam hidupnya.
Taat terhadap norma agama akan berdampak luar biasa
terhadap aspek psikologi manusia. Sepirit hidup manusia akan lebih kuat melihat
pada orientasi terjauh dalam setiap tindakan, perbuatan yang ia kerjakan.
Karena pada Yang Maha Tunggal lah ia berhadap, bukan pada hal-hal lain apalagi
hal-hal pragmatis yang sesaat.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Agama
Dalam berbagai macam literatur,
secara devititif ditemukan begitu variatif menyangkut pengertian agama, lepas
dari pandangan penganut materialisme, agama secara umum dapt kita
devinisikan gugusan metaetis yang memberikan
dasar dan landasan bagi manusia, baik dalam hubungan dengan Yang Kuasa,
sesamanya, atau pun terhadap kesemestaan. Agama merupakan seperangkat aturan
yang diyakini bagi para pemeluknya sebagai keutuhan norma dan aturan untuk
membimbing masnusia mengarah pada perilaku baik, santun dan arif, baik pada
dirinya, orang lain atau lingkungan alam sekitarnya.
Agama tidak hanya terbatas pada aspek
keimanan tetapi mencakup seperangkat dasar-dasar pemikiran, perbuatan,
norma-norma yang memberikan kontirbusi teramat besar terhadap perilaku, cara
pendang, dan perseptual manusia terhadap sesuatu.
Agama dalam prsepektif psikologi,
adalah seperangkat kajian tentang efek psikis bagi manusia yang disebabkan oleh
dorongan agama yang telah terinternalisasi dalam dirinya, karena tidak jarang
kita temukan adanya gejala-gejala keimanan yang terwujud dalam laku manusia
sebagai wujud kondisi derajat keimanan manusia.
2.
Pengaruh Agama dalam Psikologi
Persoalanagama sama pentingnya untuk kita kaji, motif
agama sama besarnya dengan motif-motif lain, bagi tindakan dan kondisi jiwa
mannusia. Dorongan keimanan manusia memberikan dampak luar biasa bagi mental,
dan cara manusia menghadapi masalah, menjawab persoalan dan melakukan
tindakan-tindakan nyata. Dalam keseharian, sering didapati orang melakukan
suatu tindakan disebabkan karena ada motifasi untuk meraih materi, prestasi,
sosial. Tetapi tidak sedikit orang melakukan suatu pekerjaan karena ada
dorongan agama, termotofasi oleh kebutuhan-kebutuhan akan pahala dan
janji-janji yang sifatnya eskatologis, tindakan seperti ini dalam optik agama
merupakan manusia yang baik kualitas imanya, karena apa yang dilakukannya
semata-mata ingin mengharap pahala, atau ridlo Allah SWT. Perbuatan dan
amaliyahnya tidak masuk dalam kategori-kategori piramid kebutuhan Abraham
Maslow semata, tetapi ada orientasi transendental, melihat hikmah dari
tindakanya untuk mendapat ridzo Tuhan.
3.
Kecenderungan Pragmatisme
Setiap pragmatis lazim kita temuai dalam pengalaman
kita sehari-hariyang terkadang secara tidak sadar kita mengalami secara pribadi
tanpa mengulas secra teoritis philosofis kita sudah dapat membuktikanya.
Kecenderungan pragmatisme kerap kali muncul, semisal dalam dalam kegiatan kita
kerap kali cenderung pada arah yang pragmatis, entah dalam tindakan sosial
kita, komunikasi kita ataupun dalam kegiatan yang sepantasnya tidak paragmatis
itu menempatinya, seperti berorganisisasi, berinteraksi, dan pertemuan, kadang
tak luput dari orientasi yang pragmatis.
Pertanyaan yang patut kita ajukan adalah kenapa hal
demikian sering muncul dalam kehidupan manusia? Adalah wajar hal itu terjadi
karena manusia terkadang lupa dengan hal-hal yang lebih berarti, terlebih dalam
abad moderen ini pragmatisme bagian yang mewarnai masyarakat moderen yang
selalu mengukur sesuatu dengan materi, dihitung dari imbalan yang berwujud
materi. Uang sebagai salah satu bentuk ukuran dengan apa yang telah
dilakukannya, manusia melakukan sesuatu dengan mengharapkan imbalan seperti
uang, posisi, atau peran yang menguntungkan.
4.
Psikologi Agama dan Kecenderungan
Pragmatisme
Doktrin ajaran agama mana pun lebih memberi pada
penekanan dimensi sepiritual, meskipun aspek-aspek lain tak teralpakan, hal-hal
taabudiyah menjadi tawaran utama sebagai media mengenal Tuhamn. religius
tunggal dimana kita mengembalikan semua yang kita lakukan, kita alami, dan
kitaterima kepada-Nya. Praktik-praktik keagamaan religiusitas cenderung
mengarah pada bagai mana manusia agar tidak terbelenggu oelh materi, duniawiyah
yang ada disekitarnya. Aspek ritual kebeagamaan memberikan kemantapan pada
keimanan para pemeluk agama, semakin tinggi aktifitas ritual keagamaannya maka
biasanya makin akan bertambah kekokohan batiniyah, semakin kuat rasa
keimananya.
Dimensi non material menjadi hal terpenting dalam
ajaran agama. Agama mengajarkan manusia tentang ikhlas, tulus dalam melakukan
tindakan amal, menawarkan janji-janji yang bersifat ukhrowi, maka orang yang
ritualnya kuat, keimanannya kuat akan semakin meminimalisir kecenderungan
terhadap sesuatu yang terbatas. Nilai tulus ikhlas mengantarnya pada
penghambaan mutlak pada sang Pencipta, lebih berorientasi pada hal-hal yang
lebih surgawi, dan minim kearah atau cenderung pragmatis, sesaat dan
materialistis.
C.
Penutup
Psikologi memperlakukan agama buka sebagai fenomena
lagi yang seba sakral dan transenden. Dalam makalah yang kami susun telah
menyertakan pula devinisi agama secara umum, bahwa agama adalah sesuatu yang
asasi, yang dapat berdampak kepada kehidupan sosial, agama juga sebagai tolak
ukur untuk manusia melakukan sesuatu kegiatan dan manusia dalam menyelesaikan
atau menaggapi persoalan hidup. Manusia yang tingkat ritualnya tinggi tantunya
akan memandang agama dengan arif dan bijaksana, berbeda dengan orang yang
tingkat ritualnya cenderung menganggap agama sebagai pelarian ketika dia
ditimpa masalah, dan ketika dalam keadaan yang yang normal lebih disibukkan
dengan hal-hal yang bersifat sementara.
Kecenderungan pragmatisme dalam manusia beragama
disebabkan karen latar belakang dicuptakannya manusia. Mannusia diciptakan
dalam keadaan yang suci, tetapi manusia juga diciptakan dalam keadaanyang
lemah, dan dengan kelemahan yang dimiliki oleh manusia, maka manusia dapat
berubah kapan pun, dimana pun dan menjadi apa pun.
No comments:
Post a Comment