mata kuliah Al-Qur’an
dan Sains
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih rasional
terhadap alam semesta. Astronomi berkembang, dari pengamatan bintang dan planet
melebar ke studi struktur dan evolusi alam semesta. Lahirlah Kosmologi, Sains
yang mencari pemahaman fundamental alam semesta. Kosmologi Islam menjadi contoh
yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan antara keduanya, bagaimana Sains
bisa membantu memahami Al-Quran.
Tulisan ini akan
menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi pada umat manusia dari
literatur paling utama yaitu Al-Quran. Kemudian, kita akan melihat bagaimana
sains membahas dalam kasus yang sama. Bukan bermaksud untuk mencocok-cocokan
agama dengan sains atau sebaliknya. Sebagai muslim tentu percaya Al-Quran
mutlak kebenarannya, walau mungkin kemampuan kita belum cukup memahami
maknanya. Sementara kebenaran sains itu realatif, sebuah teori dalam sains
dianggap benar selama tidak ada teori yang membuktikan itu salah.
Pemaparan
literatur sains yang dilakukan adalah sejauh pemahaman sains itu sendiri dan
teknologi yang menyertainya. Pengamatan kita tentang alam semesta ini dalam
rangka meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah, yakni dengan menyaksikan
tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya.
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
KOSMOLOGI
Kosmologi atau
dalam bahasa inggrisnya “cosmology” adalah gabungan dari dua kata yaitu “cosmo”
dan “logos” yang berasal dari Yunani. “cosmo” berarti alam semesta atau dunia
yang teratur, dan “logos” berarti ilmu dengan maksud penyelidikan atau asa-asas
rasional. Dengan demikian, Kosmologi adalah satu kajian berkenaan evolusi dan
strukrur alam semesta yang teratur yang ada masa kini.
Kamus Webster
pula mentakrifkan Kosmologi sebagai teori atau falsafah mengenai wujud alam
semesta, Kamus Oxford dengan ringkas menyebutnya sebagai sains dan teori alam
semesta. Kosmologi berkaitan dengan pandangan dunia (world view). Hal ini
karena kajian mengenai pandangan dunia merupakan suatu percobaan untuk mengkaji
bagaimana suatu kelompok manusia memandang alam natural dan supernatural, serta
masyarakatnya dan diri mereka sendiri.
Menurut Tasrief
S. Aliah, Kosmologi dengan akar kata “cosmos” yang brerarti ruang angkasa,
adalah kajian tentang benda-benda
angkasa luar seperti bintang, black hole, quasars dll[1].
2. PENGARUH
AL-QUR’AN DALAM KOSMOLOGI
Al-Qur’an
memperlakukan seluruh apa yang diciptakan sebagai tanda (sign), ayat. Hal ini
termasuk alam semesta dan semua yang ada di dalamnya. Menurut definisinya, ayat
merujuk kepada sesuatu selain dirinya sendiri. Dengan demikian, jika dilihat
dari perspektif Al-Qur’an, alam semesta dan semua yang ada di dalamnya
merupakan tanda-tanda Sang Pencipta yang diciptakan melalui perintah sederhana,
kun fayakun.
Teori ilmiah
modern telah membuktikan bahwa bumi adalah sebagian dari gas yang panas yang
memisahkan diri dan mendingin (membeku) kemudian menjadi tempat yang dihuni
manusia. Tentang kebenaran teori ini, mereka berargumentasi dengan adanya
volcano-vulcano, benda-benda berapi yang berada di dalam perut bumi, dan
sewaktu-waktu bumi memuntahkan lahar atau benda-benda volcano yang berapi.[2]
Teori modern ini sesuai dengan apa yang ditunjukkan dalam Al-Qur’an dalam
firman Allah Q.S Al-Anbiyaa’ : 30 sebagai berikut:
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u‘ $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?
Telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a dalam menafsirkan ayat tersebut, beliau
berkata: “Langit itu rapat, tidak mencurahkan hujan. Bumi juga rapat, tidak
menumbuhkan pepohonan. Akan tetapi ketika bumi ada penghuninya, Allah membelah
langit dengan hujan dan membelah bumi dengan tetumbuhan.[3]
Seorang
ahli Astronomi bernama Jean mengatakan bahwa alam ini pada mulanya adalah gas
yang berserakan secara teratur di angkasa luas, sedangkan kabut-kabut atau
kumpulan kosmos-kosmos itu tercipta dari gas-gas tersebut yang memadat.[4]
Dokter
Gemu berkata, “ Sesungguhnya alam ini pada awal kejadiannya adalah dengan gas
yang terbagi-bagi dengan teratur dan darinya pula terjadi suatu proses.[5]
Dalam
Al-Qur’anul Karim kita temukan pula ayat yang menguatkan teori tersebut. Jika
saja Al-Qur’an tidak mendukungnya, tentu kita menolak teori tersebut. Allah ' Azza
wa Jalla berfirman:
§NèO
#“uqtGó™$#
’n<Î)
Ïä!$uK¡¡9$#
}‘Édur
×b%s{ߊ
tA$s)sù
$olm;
ÇÚö‘F|Ï9ur
$u‹ÏKø$#
%·æöqsÛ
÷rr&
$\döx.
!$tGs9$s%
$oY÷s?r&
tûüÏèͬ!$sÛ
ÇÊÊÈ
Kemudian
Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu
Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati". (Q.S Al-Fush-shilat :
11)
Al-Qur’an
mengistilahkan permulaan terciptanya alam ini dengan “Asap”, yang menurut
pemahaman orang Arab sebagai sesuatu yang bisa diraba.[6]
3. AL-QUR’AN
MENDORONG MEMPELAJARI GEJALA ALAM
Disadari bahwa sains adalah baru bagian yang sangat
kecil dari ilmu Allah, tak lebih dari setitik air di lautan. Kendati sangat
sedikit, tidak lantas mengabaikannya. Alasannya, cukup banyak ayat dalam
Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk berupaya mengerti proses-proses alam.
Cara pengungkapan Al-Qur’an tentang gejala alam kadang general kadang juga
spesifik, dan selalu siap diuji oleh manusia. Al-Qur’an sangat fantastik, sebab
apa yang dikemukakan Al-Qur’an, justru banyak yang merupakan ujung-ujung dari
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh manusia.
Sebagai contoh, teori gravitasi. Dengan teori ini,
kita dapat memahami mengapa bumi dalam mengitari matahari tidak terlempar dari
orbit, padahal taka da tali pengikat yang menghubungkan matahari dan bumi. Newton mengatakan karena adanya
gravitasi (gaya antar massa). Matahari dan bumi memiliki massa, dan karenanya
mereka tarik-menarik, jadi tak perlu ada tali pengikat. Gaya antar massa itulah
yang berperan sebagai tali. Newton mengerti itu. Akan tetapi, menurut
pengakuannya sendiri, dia tak pernah dapat memahami bagaimana gaya antar massa
itu dibangkitkan?
Einstein berupaya menjelaskan hal ini melalui teori
relativitas umum. Tetapi tetap saja tak mampu memberi jawaban yang memuaskan.
Orang kemudian beralih pada teori medan gravitasi, bahwa ada media pembawa
gaya, sebagaimana gaya electromagnet dimediasikan oleh foton. Sebab itu orang
memprediksi adanya graviton, sebagai partikel pembawa gravitasi. Namun sampai
saat ini orang belum juga berhasil mengamati benar tidaknya adanya graviton.
Tanpa bermaksud merendahkan upaya pencarian yang telah dilakukan oleh para
saintis, toh mereka sudah berupaya mencari, kita telaah isyarat yang terdapat
dalam Q.S Al-Fush-shilat: 11,
§NèO
#“uqtGó™$#
’n<Î)
Ïä!$uK¡¡9$#
}‘Édur
×b%s{ߊ
tA$s)sù
$olm;
ÇÚö‘F|Ï9ur
$u‹ÏKø$#
%·æöqsÛ
÷rr&
$\döx.
!$tGs9$s%
$oY÷s?r&
tûüÏèͬ!$sÛ
ÇÊÊÈ
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit
dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada
bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Hal yang dapat dipersepsi dari ayat ini adalah bahwa
bumi dan langit tunduk (sukarela) atas perintah Allah. Hal ini memberi
inspirasi bahwa gravitasi tidak muncul begitu saja, sifat tarik-menarik antar
massa tidak inheren atau tidak built-in dalam sifat kebendaan itu. Tetapi
sesuatu yang diberikan, dan itu senantiasa dalam pengawasan Allah. Alam raya
ini senantiasa tunduk kepada-Nya. Contoh lain yang tidak kalah menariknya
adalah mengenai temuan bahwa alam raya ini mengembang. Saintis meyakininya
berawal dari ledakan yang dahsyat (bing bang).
4.
AYAT-AYAT YANG
MENUNJUKKAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Dalam meruntut pembicaraan
Al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah dalam penentuan ayat-ayat yang terkait,
mengambilnya dari konsep yang ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam
semesta dalam bukunya Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena pembahasannya sejalan
dengan pengetahuan Kosmologi modern. Ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan
alam tersebut adalah:
1)
Al-Anbiyaa’ : 30
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u‘ $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
Dan Apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?
Tema
sentral Q.S Al-Anbiyaa’ adalah tentang kenabian. Ia diawali dengan uraian
tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dan ajakan kebenaran.
Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat yang berbicara tentang bukti keesaan
Allah dan kuasa-Nya.
2)
Q.S
Al-Fush-shilat : 9
ö@è%
öNä3§Yάr&
tbrãàÿõ3tGs9
“Ï%©!$$Î/
t,n=y{
uÚö‘F{$#
’Îû
Èû÷ütBöqtƒ
tbqè=yèøgrBur
ÿ¼ã&s!
#YŠ#y‰Rr&
4 y7Ï9ºsŒ
>u‘
tûüÏHs>»yèø9$#
ÇÒÈ
Katakanlah: "Sesungguhnya
Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta
alam".
Tema
Q.S Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran Al-qur’an, bantahan
terhadap kaum musyrikin serta ancaman terhadap mereka. Dan tuntunan kepada nabi
bagaimana mengahadapi mereka.
3)
Q.S
Al-Fush-shilat : 10
Ÿ@yèy_ur
$pkŽÏù
zÓÅ›ºuru‘
`ÏB
$ygÏ%öqsù
x8t»t/ur
$pkŽÏù
u‘£‰s%ur
!$pkŽÏù
$pksEºuqø%r&
þ’Îû
Ïpyèt/ö‘r&
5Q$ƒr&
[ä!#uqy™
tû,Î#ͬ!$¡¡=Ïj9
ÇÊÉÈ
Dan
Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya.
Allah
menciptakan bumi serta memperindahnya, juga menciptakan gunung yang kukuh di
atasnya agar bumi yang terus berotasi itu tidak oleng.
KESIMPULAN
Sains sebagai produk manusia
tak lepas dari sifat relative. Akan tetapi ia dapat menjadi sarana untuk
mengerti hal yang lebih hakiki. Cara pandang kita terhadap sains tidak justru
menjauhkan kita dari Allah, sebab ia adalah juga milik Allah yang tidak lebih
dari setitik air di lautan.
Gejala bahwa sains
berkesan bermuka ganda, dalam arti bahwa kesalamatan di satu pihak dan
kerusakan pada pihak lain sebenarnya lebih disebabkan oleh kurangnya
partisipasi kita, umat islam. Bahwa sains adalah sesungguhnya ayat-ayat Allah
juga, mestinya seiring berjalan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga tak perlu
akhirnya ada istilah islamisasi ilmu pengetahuan sekiranya ia berada ditangan
umat islam. Dengan kata lain, seharusnya umat islamlah yang menjadi dominan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan itu, kalau kita menghendaki sains
senantiasa bersahabat. Dengan begitu islam akan benar-benar menjadi rahmat bagi
umat seluruh alam.
PUSTAKA
Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta:
Dana Bhakti
Prima Yasa, 1996, Vet.
Ke-1
Ali
Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Studi Ilmu
Al-Qur’an Terjemahan dari buku At-
Tibyan
Fi Ulumil Qur’an,Bandung: Pustaka Setia,1998.
Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Jakarta:
Pustaka
Amani,
2001
Konsep-konsep
Kosmologi, media.isnet.org, Sabtu, 5 Oktober 2013, 20.58
[1] Baiquni,
Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Vet. Ke-1
[2] Ali
Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Studi Ilmu
Al-Qur’an Terjemahan dari buku
At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an,Bandung: Pustaka Setia,1998. Hal.186
[3]
Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Ikhtisar
Ulumul Qur’an Praktis, Jakarta: Pustaka Amani, 2001, hal. 201
[4] Ibid,
hal. 202
[5] Ibid
[6] Konsep-konsep
Kosmologi, media.isnet.org, Sabtu, 5 Oktober 2013, 20.58
No comments:
Post a Comment