Hukum
Dagang dan Bisnis
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Perekonomian Indonesia pada saat ini
dihadapkan dengan sistem perdagangan bebas. Padahal Indonesia belum siap
menghadapi perdagangan bebas, sebab nilai-nilai dasar seperti kejujuran, disiplin,
visioner, kerjasama, tanggung jawab, peduli dan adil, belum menjadi landasan
para pelaku industri atau ekonomi. Jadi rakyat, para pelaku industri dan
ekonomi di Indonesia tidak siap untuk menerima perdagangan bebas.
Berdasarkan data menurut Periode
2009 bahwa di Indonesia hanya terdapat 7% generasi muda yang memiliki mental
menjadi pengusaha. Selebihnya lebih suka menjadi budak, hal ini disebabkan
kurikulum pendidikan yang telah menjiwai masyarakat sejak duduk di bangku
sekolah sampai kuliah. Pada akhirnya pengenalan dunia usaha dan kebijakan dari
iklim usaha tidak tertanam sejak dini.
Pemerintah hanya mampu menggerakkan
roda ekonomi sekitar 15% saja, selebihnya para pengusaha hitam pelaku economic
animal yang menguasai perindustrian dan ekonomi negeri ini. Estafet
kewirausahaan tidak ada, maka perdagangan bebas akan dengan cepat menaklukan
Indonesia di bawah penjajahan Cina nantinya, sebagaimana VOC pada dahulu kala
mengembara ke negeri untuk berdagang berubah menjadi penjajah.
Perdagangan bebas berpengaruh pada
produk lokal yang harus menghadapi serbuan produk negara lain yang mungkin
lebih berkualitas dan murah. Ketika produk lokal suatu negara tidak bernilai
tambah, konsekuensinya akan tergilas oleh produk asing. Kondisi semacam inilah
yang dicemaskan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Oleh sebab itu,
pada pertengahan September 2009 dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
Kadin Indonesia Bidang Perdagangan dan Distribusi 2008. Lembaga ini mencoba
mengusung kembali isu nasionalisme yang dikaitkan dalam era
perdagangan bebas. Bagi Kadin, hal itu sangat penting agar Indonesia bisa
menghadapi tantangan aktual pada saat ini dan di masa depan. Sejatinya, slogan
"cinta produk dalam negeri" sudah sejak lama dikampanyekan. Namun,
slogan itu hingga kini masih sebatas "kata manis di bibir" saja. Isu
ini pun dianggap penting karena untuk wilayah ASEAN saja, produk Indonesia
dianggap belum mampu bersaing. Sebab, bagi negara yang sudah siap pun,
kebijakan tersebut merupakan prasyarat utama keberhasilan mereka
dalam perdagangan bebas. Mereka terlebih dahulu memproteksi produk dalam
negeri, baru kemudian bermain di pasar dunia. Akhirnya banyaknya hambatan dan
beban dalam aliran barang dan jasa dalam negeri, hal ini menuntut
dilakukannya reformasi birokrasi dan penyediaan infrastruktur pelabuhan,
jalan tol, guna memperlancar arus barang.
Di samping itu, masih sulitnya
pemerintah Indonesia untuk mempercayai pribumi dalam hal memberikan kemudahan
pinjaman modal usaha walau hanya setingkat UKM saja, padahal terhadap pengusaha
cina, segenap kemudahan diberikan kepada mereka, walau telah berulang kali
tertipu, sebagaimana kasus Bank Century belakangan ini, terjadi karena begitu
percaya dan cintanya pemerintah negeri ini kepada pengusaha yang berdarah
cina. Secara gambaran besarnya perdagangan bebas dengan China
adalah pengulangan kembali sejarah penjajahan VOC terhadap negeri ini.
Maka tunggu akibat dari semua ini, kematian yang semakin cepat, rakyat akan
semakin melarat.
Para pelaku perdagangan bebas tidak
akan dapat mengerti atau bahkan tidak mengerti bahwasanya satu negeri atau
kelompok masyarakat dapat seketika bertumbuh menjadi kaya dengan merugikan
negeri atau kelompok lain, satu kelas dapat merugikan kelas yang lainnya.
Karena dalam perdagangan bebas tidak berlaku lagi kebijakan proteksionis
yang bersifat konservatif, sedangkan sistem perdagangan bebas adalah
destruktif. Sehingga akan mampu membongkar bangunan kebijakan pro rakyat dan
negara, pro buruh, sehingga dengan keadaan itu tergiringlah antagonisme kaum
miskin.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pasar Bebas
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan
perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai
tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam
perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada
di negara yang berbeda.
Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh
berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor,
dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha
hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam
kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut
perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada
terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena
melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
B. Faktor
Keberhasilan
a.
Kualitas Sumber Daya Alam
Kualitas pengelolaan usaha oleh sumber daya manusia
yang berkiprah dalam dunia usaha kecil menurut hasil survei yang dikemukakan
oleh Tim Lembaga Penelitian IPB dalam Lokakarya Pengembangan Kelembagaan
Ekonomi Lokal dalam Rangka Otonomi Daerah, di Jakarta pasca bulan Februari 2001
dinyatakan dalam kategori baik.Yang perlu mendapat perhatian adalah tentang
adanya perilaku bisnis yang kurang mendukung. Tentunya solusi untuk itu adalah
perlunya lembaga pelatihan yang dapat merubah dan mengarahkan perilaku agar
sesuai dengan tuntutan bisnis.
Bagaimana pemerintah daerah dapat menyikapi fenomena
ini tentu termasuk juga mempengaruhi kesiapannya dalam menjalankan
peningkatan ekonomi wilayah. Sebagai bahan pembanding boleh kita melihat
bagaimana kemajuan industri padat karya yang dilakukan oleh negara China,
dimana menurut realita bahwa produk-produk (tekstil, elektronik dan sepeda
motor) yang membanjiri pasar Indonesia saat ini adalah merupakan hasil industri
padat karya. Sumber daya alam Indonesia pada umumnya masih berupa sumber daya
alam murni yang masih harus memerlukan olahan lebih lanjut
untuk mendapatkan dan menambah nilai ekonomis. Sumber daya alam mumi
selama ini lebih banyak digunakan sebagai input produksi bagi
industri-industri besar termasuk logam dan kimia, yang selama ini Indonesia
mengekspornya dalam bentuk murni sedangkan pengolahan selanjutnya
dilakukan di negara lain.
Sebagai contoh, Sumber Daya Alam Migas, Kimia dan
hasil tambang lainnya seperti yang dilakukan oleh Freeport, Pertamina dan
sebagian usaha perikanan. Akibatnya kita kurang dan bahkan tidak mendapatkan
nilai tambah dan nilai ganda (multyflier effect) atas olahan tersebut.
Sedangkan Sumber Daya yang selama ini dikelola oleh industri kecil dan
menengah lebih banyak Sumber Daya yang bersifat hasil ikutan dari industri
besar (Sihaan (2009).
Hal lain yang berhubungan dengan sumber daya alam ini
yaitu terjadinya keragaman pemilikan Sumber Daya Alam di masing-masing wilayah
(daerah), sehingga diperlukan kejelian dalam menetapkan usaha strategis atau
produk unggulan di masing-masing wilayah, agar tercipta kondisi kompetisi yang
saling menguntungkan, karena masing-masing wilayah memproduksi barang yang
ekonomis. Dengan kata lain masing-masing wilayah harus menyadari apakah lebih
baik memproduksi atau membeli tentunya dengan dasar pertimbangan yang disebut
di atas.
b.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) mengandung
makna yang tidak terpisahkan, karena teknologi merupakan hasil penerapan
ilmu pengetahuan. Harus kita terima bahwa faktor Iptek masih memerlukan
perjuangan yang sangat panjang. Kelemahan yang ada selama ini, adalah
pembangunan Iptek dilakukan hanya untuk mengejar prestige di mata
Internasional. Terjadinya pengerahan dana yang sangat besar untuk
pemilikan peralatan, modal tidak rnendukung input produksi industri kecil.
Sehingga produk-produk yang kita miliki yang tadinya memiliki keunggulan
komparative tidak tereksploitir seperti argo industri pertanian dan perkebunan,
perikanan dan peternakan, juga industri kerajinan.
Persoalan lain juga sama seperti pemilikan Sumber Daya
Alam yang dikemukakan di atas, yaitu penyebaran atau distribusi Iptek di
wilayah-wilayah juga bervariasi menurut kuantitas dan frekuensi aktivitas
pembangunan yang telah berjalan dimasing-masing wilayah.
c.
Prasarana
Penyiapan prasarana merupakan partisipasi pemerintah
dalam upaya mendorong lancarnya aktivitas ekonomi terutama menyangkut pembukaan
jalan-jalan ke sentra-sentra produksi pasar. Kemudahan akses yang ditunjang
oleh ketersediaan jalan dan alat transportasi akan memperlancar penyaluran dan
distribusi bahan dan hasil-basil olahan. Untuk kedua fasilitas ini kerjasama
antar pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan.
Penyediaan jalan lebih diharapkan kepada pemerintah
sedangkan transportasi biasanya ditangani oleh swasta. Pembukaan jalan
penghubung antar sentra produksi dan pasar hendaknya dapat memperhatikan
manfaat ganda terhadap munculnya aktivitas ekonomi masyarakat di sepanjang
lintas jalan tersebut, yang berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi sesuai dengan batas kemampuan
masing-masing. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya kondisi prasarana
jalan dan alat komunikasi sudah memadai terutama antar kota/propinsi, akan
tetapi perlu ditingkatkan mengingat pertambahan jumlah alat transportasi yang
kurang seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia.
C. Pengendalian
terhadap Impor Barang Luar Negeri
Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai
bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk
barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan
dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65
persen menjadi 5,99 persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang
modal meningkat dari 17,58 persen menjadi 19,12 persen (Pardede, 2009).
Pengendalian terhadap impor barang luar negeri dapat
dilakukan dengan mengajak masyarakat agar membeli barang Indonesia karena akan
mendukung laju peningkatan daya saing, karena barang-barang impor dari
luar negeri banyak yang kualitasnya bagus dan murah dibanding produk Indonesia.
Hal itu dapat menyebabkan Indonesia kehilangan daya saing. Maka diperlukannya
iklan-iklan dan sosialisasi terhadap masyarakat akan cinta produk asli
Indonesia. Peningkatan industri lokal diperlukan agar kualitas produk Indonesia
dapat bersaing di dalam maupun di luar.
D. Upaya
Pemerintah
Pertama, tentu saja Pemerintah harus peka terhadap
kondisi ini. Pemerintah jangan hanya menunggu dan baru bertindak ketika
industri kita mulai mati atau bangkrut. Sudah saatnya Pemerintah memberlakukan
safeguard (perlindungan pasar) terhadap barang khususnya produk China,
yaitu dengan cara menaikkan tarif bea masuk khusus untuk produk China. Hal itu
bukan tindakan tabu karena Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa pun melakukan
tindakan tersebut. Bahkan tindakan safeguard ini diperbolehkan oleh
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kedua, Pemerintah juga bisa melindungi produk dalam
negeri yaitu dengan melakukan pengawasan mutu. Artinya produk dari luar yang
tidak sesuai dengan standar mutu Indonesia yang telah ditetapkan, dilarang
masuk ke pasar domestik. Ini dapat mencegah produk-produk yang tidak
berkualitas masuk ke Indonesia, seperti yang sekarang ini kerap terjadi.
Ketiga, praktek KKN dan berbagai pungutan liar yang
dilakukan Pemerintah disemua lapisan harus dibersihkan. Kalau tidak maka hal
ini akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing
produk dalam pasar intemasional.
Ke empat, yang tidak kalah pentingnya, Pemerintah
harus memperbaiki infrastruktur yang ada dan meningkatkan kualitas dari sumber
daya manusia (SDM) agar dapat mendukung industri dalam negeri dalam
menghadapi persaingan pasar bebas. SDM yang berkualitas dapat dilakukan dengan
meningkatkan mutu pendidikan serta menjamin biaya pendidikan yang murah.
Yang terakhir, kita sebagai bangsa Indonesia, harus
lebih mencintai produk lokal ketimbang produk asing. Bagaimanapun juga,
kebebasan itu jatuh pada kita sebagai konsumen untuk memilih, apakah produk
luar yang kebarat-baratan atau dengan harga yang sangat murah namun dengan
kualitas yang tidak jelas ataukah produk sendiri yang merupakan hasil karya
anak bangsa sendiri. Kalau kita memilih produk lokal, berarti kita ikut
membantu memajukan industri dalam negeri, yang secara tidak langsung ikut
mensejahterahkan masyarakat.
Bila kelima hal tersebut dilakukan maka niscaya di era
globalisasi dan perdagangan bebas ini, Indonesia akan mampu bangkit dan
bersaing di pasar domestik maupun di pasar global sehingga diakui dimata
dunia dan pada gilirannya dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran yang
diharapkan seluruh rakyat Indonesia.
PENUTUP
Globalisasi ekonomi dan perdagangan
bebas antar negara dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran suatu negara
yang ikut dalam perdagangan bebas, dengan mengandalkan komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal ini dapat dicapai dengan cara
menghilangkan berbagai hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun
hambatan bukan tarif sehingga tercipta aliran perdagangan yang semakin
cepat dan meningkatnya volume perdagangan antar negara.
Dampaknya jelas akan memakan korban
yaitu industri-industri yang tidak siap menghadapi persaingan global terutama
industri kecil, industri ini akan mati pelan-pelan, kemudian meminta korban
berikutnya yakni jutaan pengangguran. Fenomena ini sudah terjadi namun kita
menyaksikan Pemerintah cenderung menutup mata, melihat keadaanyang tidak sehat
ini.
Kunci keberhasilan dalam menghadapi
perdagangan bebas adalah terletak pada kesiapan dari negara itu sendiri.
Kesiapan suatu negara dapat dilihat dari kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya
Manusia (SDM). Berdasarkan survei dan pendapat para pengamat, bahwa
infrastruktur di tanah air belum mendukung untuk menghadapi perdagangan
bebas, ditambah lagi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kita masih rendah.
Pemerintah dalam meningkatkan
persaingan menghadapi perdagangan bebas global sangat berperan penting.
Mengingat produk Indonesia yang kualitasnya minim, sehingga bisa terjadinya
pembelian besar-besaran terhadap barang impor yang masuk. Perlunya juga peran
aktif dari masyarakat agar tidak terlalu tertarik oleh produk impor yang
masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.
PUSTAKA
Jhamtani, Hira. 2005. WTO dan
Penjajahan Kembali Dunia Ketiga. Insist Pers.Yogyakarta
Fakih, Mansour. 2003. Bebas dari
Neoliberalisme. Insist Pers. Yogyakarta
No comments:
Post a Comment