Dinamika
kehidupan dan kebutuhan masyarakat tarus berkembang. Teknologi, informasi dan
komunikasi sebagai factor yang mempercepat akselerasi pembangunan tidak dapat dibendung.
Mobilitas barang dan orang makin cepat, orientasi kehidupan masyarakat memasuki
fase knowledge based economic yang sangat mendasar pada kompetensi dan inovasi
atas produk barang dan jasa. Untuk itu suka atau tidak layanan pendidikan non
formal harus mengikuti dinamika
tersebut, yang ditunjang nilai profesionalisme.
Perubahan
nomentkalur pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan nonformal seperti amanah
UU system Pendidikan Nasional No.20/03, merupakan langkah awal untuk meletakkan
pendidikan nonformal menjadi bagian penting dalam pemberdayaan masyarakat.
PNF lebih
mempunyai makna sebagai salah satu jalur pendidikan yang dapat dipilih oleh
masyarakat, selain jalur pendidikan formal. PLS tentu mempunyai makna yang lebih sempit, dan
mempunyai citra berbeda dengan pendidikan sekolah. Padahal layanan pendidikan
yang diberikan jauh memberikan ketrampilan, kecakapan dan multi makna yang
mampu meningkatkan kesejahteraan hidup peserta didiknya. PNF dengan sifat
pembelajaran yang luwes, fleksibel, berorientasi pada kebutuhan
pasar/masyarakat dan bertumpu pada kecakapan hidup mempunyai kemampuan untuk
menembus seluruh lapisan masyarakat. Ini sesuai dengan motto PNF,”menjangkau
yang belum terlayani”.
Pendidikan
Nonformal mempunyai tantangan yang makin berat. Namun posisinya sangat
strategis dalam membantu menyelesaikan maslah masyarakat menuntut inovasi untuk
terus mengembangkannya.
Di era baru,
semangat baru dengan nama Pendidikan nonformal (PNF), harus dibangun sisitem
nilai yang mengacau pada paradigma pembangunan PNF sekarang dan mendatang.
Nilai-nilai
merupakan konstruksi isiologi yang menjadi acuan pembenaran atas sikap dan
perilaku dalam menjalankan fungsi pelayanan pendidikan. Sebagai konstruksi
idologi,nilai-nilai yang dibangun dalam meningkatkan kualitas layanan
pendidikan nonformal untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dengan
kompetensi unggul dibangun oleh seluruh sinergi positif setiap elemen
pendidikan nonformal. Baik oleh pemerintah,masyarakat, dinamika pertumbuhan
sosial ,ekonomi, politik, teknologi dan informasi yang melingkupi pelaksanaan
pembangunan pendidikan nonformal.
Dalam konteks
pendidikan nonformal, nilai-nilai seperti pemihakan pada yang lemah atau yang
miskin (propoor), terbelakang dan terpencil, prinsip pemberdayaan masyarakat,
prinsip partisipasi dari masyarakat (bottom-up participation),
profesionalisme,dan prinsip pembelajar sepanjang hayat, serta berorientasi pada
kebutuhan pasar/masyarakat adalah srbagian dari nilai penting yang harus
dipahami oleh para pelaku/pengelola. Komitmen atas nilai-nilai tersebut dapat
diuji dengan cara pandang,cara berpikir, dan perilaku yang pada tataran
pengambil keputusan dapat dilihat pada konsistensi kebijakan dan dasar penentua
kebijakan. Pada tataran pelaksanaan dapat dilihat pada kesungguhan dan
konsistensi sikap dan gerak langkahnya dalam mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan.
Nilai yang
menganut prinsip partisipasi diterjemahkan melalui kontribusi atau peran serta
masyarakat dalam pemikiran dan aksi untuk penyusunan dan pelaksanaan program-program
pendidikan nonformal. Nilai yang menganut profesionalisme harus diterjemahkan
melalui sikap-sikap dan perilaku, antara lain menjunjung tinggi kejujuran,
kedisiplinan, konsistensi,tanggung jawab, daya juang, produktifitas, dan
kompetensi. Sedangkan nilai yang menganut prinsip pembelajar sepanjang hayat
dimanifestasikan dengan keinginanya yang kuat untuk terus belajar guna meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya
atau melakukan perubahan.
Paradigma yang
telah usang, akan menjerat para oelaku/pengelola pada sikap dan perilaku
konservativ dan cenderung statis. Dalam fungsinya sebagai pengganti, penambah dan pelengkap
pendidikan formal misalnya, para pelaku/ pengelola pendidikan nonformal
bukanlah pendidikan kelas dua. Pasalnya, dengan fleksibelnya, pendidikan
nonformal bahkan dapat menjadi pendidikan alternatife yang menawarkan solusi
inovatif untuk kemajuan dunia pendidikan.
Sebagai solusi
atas permasalahan yang dihadapi masyarakat terutama mengatasi pengangguran dan
mengentaskan kemiskinan, makampendidikan non formal banyak mengembangkan
pendidikan kecakapan hidup yang berbasis keunggulan desa,kota dan luar negeri.
Kecakapan
hidup merupakan konsepsi yang bermaksud memberi kepada seseorang bekal
pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan fungsional berupa kecakapan
pribadi,sosial, akademik dan vokasional secara praktis,ditambah dengan
peningkatan kemampuan kewira usahaan serta nilai professional. Pada akhirnya
seseorang mampu bekerja dan/atau berusaha mandiri dengan memanfaatkan potensi
dan peluang lingkungannya yntuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Pendidikan
kecakapan hidup mempunyai spektrum luas baik subjek maupun objeknya. Untuk itu
pembatasan kelompok sasaran peserta program untuk masyarakat miskin, buta
aksara,tidak sekolah, putus sekolah dan antarjenjang pndidikan antar masyarakat
marginal lain dilakukan untuk memfokuskan hasil dari peserta program yaitu, (1)
memberikan ketrampilan bekerja; (2) mendorong peserta berusaha sendiri. Tujuan
akhir dari pendidikan kecakapan hidup tersebut adalah untuk meningkatkan
pendapatan, kesejahteraan dan produktifitas hidup masyarakat marginal, dan ini
sebagai kontribusi pendidikan nonformal dalam menyelesaikan masalah masyarakat.
Luasnya cakupan layanan
pendidikan non formal tidak sebatas penduduk dewasa, penduduk usia dini, umur
2-4 tahun yang masuk dalam case golden ace, melejitkan kecerdasan anak usia
dini untuk tumbuh kembang dan kesiapan belajar kejenjeng pendidikan lebih
lanjut. Pengembangan model pembelajaran PAUD yang kreatif, menyenangkan dan mencerdaskan
sesuai dengan perkembangan kemampuan motorik halus dan kasarnya ditunjang olah
perawatan kesehatan anak secara cerdas dan sehat.
Paradigma baru pembangunan pendidikan non formal
di era global, harus ditangkap oleh perencana dan pengambil kebijakan serta
seluruh pendidikan non formal dengan mengembangkan program literalisasi
komputer untuk mendukung program literalisasi. Dalam peran teks inilah,
pengembangan program literalisasi komputer International Komputer Driving
Licencce (ICDL) dengan pilihan strategis. Dewasa ini komputer sudah umum
dimanfaatkan mulai dari pekerjaan yang sederhana seperti pengetikan hingga yang
cukup rumit seperti pengelolaan data base desain dan rancang bangun, atau
aplikasi multimedia di internet. Selama ini kemudahan membuat tabel-tabel dan
kalkulasi dengan aplikasi spredsbeet seperti Exel dari Microsoft, termasuk juga
dapat menyimpan, mengolah, dan memelihara data atau arsip (filing) yang lebih
mudah dan efisien dengan aplikasi database seperti Microsof Excel dan MS Access.
Kemudian dapat menyusun dan menayangkan presentasi
secara mudah, cepat, dan indah, dengan aplikasi seperti MS Power Point, dan
mampu mengikuti berita (lokal, nasional, internasional) secara sealtime,
mencari dan mendapatkan informasi dengan mudah, melakukan komunikasi secara
cepat dan murah melalui internet.
Komputer sudah tampil sebagai penyokong utama
terjadinya transformasi budaya. Dimana penggunaannya sudah menjadi semacam “way
of life” baik di lingkungan kerja maupun aktivitas masyarakat lain.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, computer
literacy menjadi salah satu isu di kalangan pendidikan dan harus menggunakan
secara untuk mendekatkan, mensepahamkan, dan merelevankan dunia pendidikan
dengan dunia nyata masyarakat, termasuk dunia industri atau dunia kerja.
Lulusan sekolah atau pendidikan non formal yang
menyandang kualifikasi komputer literate akan lebih mampu dan cepat
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Ia juga berpotensi cepat mampu
mengembagkan kapasitas dirinya. Apalagi kalau karena sumber informasi,
pengetahuan, dan ketrampilan (skills) sudah banyak diperolah melalui media
komputer atau cara-cara yang computerized.
Merancang pendidikan non formal ke depan,
Direktorat Pendidikan Nonformal (Ditjen PLS) mengembangkan computer literacy
sebagai salah satu indikator mutu/relevansi dalam pendidikan kecakapan hidup
bidang aplikasi teknologi, yang dalam hal ini Teknologi Informasi dan
Komunikasi (komputer). Komputer merupakan produk teknologi yang sudah lazim
dimanfaatkan oleh banyak kalangan untuk mempermudah, meningkatkan produktifitas
atau pekerjaan, sehingga kemampuan memahami dan menguasai penggunaan komputer,
akan makin meningkatkan kapasitas peserta didik serta memperluas peluang mereka
untuk mengakses kesempatan modern.
No comments:
Post a Comment