Hadits atau sunnah Nabi saw yang
mempunyai pengertian perkataan, perbuatan, taqrir dan lain-lain sifat dari Nabi
saw diyakini oleh sebagain besar umat islam sebagai sumber agama islam yang
berasal dari wahyu Allah SWT. Keyakinan tersebut didasarkan kepada kenyataan
bahwa sebagai wahyu Allah yang ghairu matluw. Hadits mempunyai sifat yang
khusus, yaitu hakekat dari hadits adalah dari Allah SWT. Meneliti suatu berita,
merupakan bagian dari upaya membenarkan yang benar dan membatalkan yang batil.
Kaum Muslim sangat besar perhatiannya dalam segi ini baik untuk menetapkan
suatu pengetahuan atau pengambilan suatu dalil.
Pada hakekatnya, perbedaan
pendapat atau pandangan yang diakibatkan oleh interpretasi yang berbeda adalah
merupakan hal yang wajar, asalkan masih dalam batas-batas kaidah umum yang
disepakati. Yang tdak wajar adalah pandangan yang menyimpang dari kaidah umum
tersebut dan dalam memahami dan menginterpretasikan nas tidak mempertimbangkan
hal-hal yang sangat erat berkaitan dengan masalah dimaksud
Dalam makalah ini saya
menguraikan tentang hadist shahih yang pengertiannya. Hadits yang bersambung
sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adalah dari zabit dari rawi lain
yang (juga) adalah dari zabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal
serta tidak mengandung cacat (illat)
PEMBAHASAN
A. HADITS
SHAHIH
- Definisinya
a.
Menurut bahasa
Shahih
lawan dari sakit. Kahihi bagi fisik, majaz bagi hadits dan untuk semua
pengertian
b.
Menurut istilah
Hadits
yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh orang yang adil bali kuat daya
ingatannya dari yang semisalnya hingga puncak akhirnya terhindar dari syadz dan
cacat
- Penjelasan definisi
Definisi
tersebut mengandung beberapa masalah yang wajib dipenuhinya agar menjadi hadits
shahih, hal-hal itu adalah :
-
Bersambung
sanadnya artinya bab-bab perawi dari perawi lain benar-benar mengambil secara
langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
-
Adilnya para
perawi artinya tiap-tiap perawi itu seorang Muslim baligh bukan fasiq dan tidak
pula jelek perilakunya.
-
Kuatnya hafalan
pada perawinya masing-masing perawinya sempuna daya ingatannya, baik berupa
kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab.
-
Tidak ada syadz
(bertentangan) artinya hadits itu benar-benar tidak syadz dalam arti
bertentangan atau menyelisihi orang yang terpercaya dari lainnya.
-
Tidak ada cacat
(illat) hadits itu tidak ada cacatnya dalam arti adanya sebab yang menutup
tersembunyi yang dapat mencederai pada keshahihan hadits, seentara dlahirnya
selamat dari cacat.
B. SYARAT-SYARATNYA
Nampak
jelaslah dari definisi tersebut bahwa syarat-syarat hadits shahih yang harus
dipenuhi hingga benar-benar menjadi shahih ada lima yaitu : bersambung
sanadnya, bersifat adi para perawinya, kuatnya daya ingatan perawi-perawinya,
tidak adanya cacat dan tidak adanya kejanggalan (syadz). Maka apabila hilang
salah satu syarat yang lima itu maka pada saat itu hadits tidak dapat dikatakan
shahih.
C. HUKUMNYA
Wajib
diamalkan sesuai dengan ijma’ ahli hadits dan segolongan ahli ushul dan para
fuqaha’, maka ia merupakan salah satu dasar dari dasar-dasar syara’, seorang Muslim
tidak ada lapangan untuk meninggalkan mengamalkannya
D. TINGKATAN-TINGKATANNYA
Hadits
shahih mempunyai beberapa tingkatan :
1)
Tingkatan yang
paling tinggi aalah yang diriwayatkan dengan sanad yang termasuk paling
shahihnya sanad, seperti Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
2)
Tingkatan
yanglebih rendah dari tiu adalah hadist yang diriwayatkan dari jalan rawi-rawi
sanadyang pertama seperti riwayad hammad bin salamah dari tsabit dari anas.
3)
Dan tingkatan
yang paling rendah lagi dalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang ternyata
mempunyai sifat tsiqat yang lebih rendah, seperti riwayat suhail bin abi shalih
dari bapaknya dari abu hurairah
Berikut
ini adalah perincian pembagian hadits shahih kepada tujuh tingkatan yaitu :
1)
Yang disepakati
oleh Bukhari dan Muslim (tingkatan tertinggi)
2)
Yang khusus
diriwayatkan oleh Bukhari
3)
Yang khusus
diriwayatkan oleh Muslim
4)
Yang sesuai
dengan persyaratan Bukhari dan Muslim sementara keduanya tidak mengeluarkannya
5)
Kemudian yang
sesuai dengan persyaratan Muslim saja sementara ia tidak mengeluarkannya
6)
Kemusian yang
shahih menurut imam-imam yang selain keduanya seperti ibnu huzaimah dan ibnu
hibban sementara hadits tersebut tidak terdapat syarat keduanya.
E. PEMBAGIAN
HADITS SHAHIH
- Hadits Shahih Lizatihi
Hadits
shahih Lizatihi ialah hadits yang bersambung terus sanadnya. Hadits ini
diriwayatkan oleh orang adil yang cukup kuat ingatannya dari orang yang
semisalnya dan berturut-turut sampai penghujung sanad yang terhindar dari
mengganjil dan cacat yang memburukkan. Maksud bersambung terus danadnya ialah
sanadnya selamat dari putus atau gugur seorang rawi ditengah-tengahnya. Jadi
tiap-tiap perawi harus mendengar sendiri dari gurunya. Dalam hal ini, hadits
mu’allaq, muadhdhal, mursal, mungathiq tidak termasuk dalam kriteria hadits
shahih lisatihi, sebab tidak bersambung terus sanadnya.
Contoh
hadits lisatihi ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari riwayat A’raj,
dari Abu Hurairah, bahwa
Nabi saw
bersabda
لولا أ شقّ على
أمّت لأ فرتهم بالسّواك عندكل صلاة
“kalau sekitanya tidak memberatkan umatku, pasti aku perintahkan
mereka bersiwak tiap-tiap akan shalat”
- Hadits shahih Lighairihi
Hadits shahih lighairihi adalah hadits dibawah
tingkatan shshih yang menjadi hadits shahih karena diperkuat oleh hadits-hadits
yang lain. Sekiranya hadits yang memperkuat itu tidak ada, maka hadits tersebut
hanya berada pada tingkatan hadits hasan. Hadits shahih lighairihi hakekatnya
adalah hadits hasan lizatih (hadits hasal karena dirinya sendiri) contoh :
عن ابى هريرة رض
الله عنه انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: لولاأن أشقّ على أمّت لأ فرتهم
بالسّواك عندكلصلاة.
“Dari
abu hurairah, bahwa Rasulullah bersabda : sekiranya dia tidak menyusahkan
umatku, tentu aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap sholat.”
Contoh
lain dari hadits shahih lighairihi ialah hadits Bukhari dari ubay bin al ‘abbas
bin sahal dari ayahnya (‘abbas) dari neneknya (sahal), katanya:
كان
للنّبىّ صلى الله عليه وسلّم فى حانطنا فرس يقال له اللحيف
“Konon Rasulullah
mempunyai seekor kuda, ditaruh dikandang kami yang diberi nama al luthaif.”
Ubay
bin al-‘abbas oleh ahmad ibnu ma’in dan an-nasa’iy dianggap rawi yang kurang
baik hafalannya. Oleh karena itu, hadits tersebut berderajat hasan li dzatih.
Tetapi oleh karena hadits ubay tersebut mempunyai mutabi’ yang diriwayatkan
oleh abdul muhaimin, maka naiklah derajatnya dari hasan lidzatih menjadi shahih
lighairih.
F. MARTABAT
HADITS SHAHIH
Kekuatan
hadits shahih itu berlebih kurang mengingat berlebih kurangnya sifat kedlabitan
dan keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya, ialah hadits
yang bersanad ashahu’l asamid. Kemudian berturut-turut sebagai berikut :
- Hadits yang muttafaq ‘alaihi yaitu hadits sahih yang telah disepakati oleh kedua imam hadits Bukhari dan Muslim,tentang sanadnya.
Ah
hafidh ibnu hajar berpendapat, bahwa kesepakatan antara kedua imam Bukhari dan Muslim
itu, maksudnya ialah persesuaian keduanya dalam mentakhrijkan asal hadits dari
shahaby, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam gaya bahasanya.
Misalnya
hadits Bukhari yang bersanadkan ismail, malik, tsaurbin said abi’i ghais dan
abu husaida r.a.
قال النّبى صلى الله عليه وسلم :
السّا عى على الأرملة والمسكين كالمجاهد فىسبل الله. أوكالّذى يصوم النّهار ويقوم
اللّيل
“orang-orang
yang memelihara janda dan orang-orang miskin itu, bagaikan pejuang sabilillah
atau bagaikan orang yang berpuasa disiang hari dan bertahajud malam hari.”
Dengan
hadits Muslim yang bersanadkan abdullah bin masalamah, malik tsaur bin zaid,
abi’i-ghais dan abu hurairah r.a.
قال النّبى صلى الله عليه وسّلم:
لالسّا عى على الأر ملة والمسكين كالمجا هد فى سبيل الله, وأ حسبه كا لقائم
لايفتر, وكا لصّا ئم لايفطر
“Orang-orang yang memelihara janda-janda orang miskin itu,
bagaikan pejuang sabilillah dan aku menganggapnya bgaikan orang yang tiada
henti-hentinya bertahajud di malam hari dan bagaikan orang yang puasa tiada
berbuka-buka.”
Walaupun kedua hadits Bukhari dan Muslim tersebut
bersanadkan dan Bergaya bahasa yang berlainan, namun karena sahabat yang
menjadi rawi pertama bersamaan, tetap dikatakan dengan muttafaq-‘alaihi.
- Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam Bukhari sendiri, sedangkan imam Muslim tidak meriwayatkan. Para muhaditsin menamainya dengan infarada bihil-Bukhari contoh :
عن
ابى هريرة رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : نعمتان مفبون
فهيماكثير من الناس :الصحة وافراغ . (البخارى)
“ Wanita
dari abu hulairah r.a., ujarnya: Rasulullah saw bersabda: du buah kenikmatan
yang besar sekali yang harus dibelinya dengan harga yang tinggi oleh kebanyakan
orang ialah kesehatan dan kelimpahah waktu untuk taat kepada Allah.
- Hadits yang hanya diriwayatkan oleh imam Muslim sendiri, sedang imam Bukhari tidak meriwayatkan. Para muhaditsin menamainya dengan infaradabihi Muslim, misalnya:
عن أبى رقية تميم بن أ و س الد ارى
رع : قال " إ ن النبى صلى الله عليه وسلم : قال: (الذين النصيحة) قلنا لمن:
قال: (لله ولكتابهورسوله ولأ ئمة المسلمين وعامتهم). روه مسلم
“ Warta
dari abi ruqaiah tamim bin aus ad dary r.a., menyatakan bahwa Nabi Muhammad
saw. Bersabda, agama itu nasihat: untuk siapa? Sahut kami, untuk Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya. Pemimpin-pemimpin kaum Muslim dan segenap kaum Muslimin,
jawab Nabi.”
Pra
imam hadits, seperti Ahmad, Abu Dawud, At-Turmudzi, An-Nasa’iy. Ibnu majah,
asy-syafi’iy dan ibnu khuzaimah juga meruwayatkan hadits tersebut. Haya imam Bukhari
saja yang tidak meriwayatkannya
Karena
itu hadits tersebut masih lazim dikatakan ifarada bihi Muslim, jika dinisbatkan
kepada dua imam hadits Bukhari dan Muslim
- Hadist shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim diebut dengan shahihu’ala syartha’il- bykhari wa Muslim, sedang ke dua imam tersebut tidak mentakhrijkannya. Yang dimaksud dengan istilah menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim ialah, bahwa rawi-rawi hadits yang dikemukakan itu terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim. Para muhaditsin yang berpendapat demikian ini antara lain : Ibnu daqiqi’i-id, an_Nawawy, dan Adz-Dzahaby. Contoh hadits shahih yang menurut syarat kedua imam Bukhari dan Muslim ialah hadit ‘Aisyah r.a. ujarnya:
عن عائثة ر.ع. قالت : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : ان من اكمل المئ منين ايما نا احسنهم خلقا والطفهم بأ
هلهم
“warta
dari ‘Aisah r.a. ujarnya: Rasulullah saw bersabda termasuk penyempurnaan iman
seseorang mukmin, ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah-lembutan terhadap
keluarganya.”
- Hadits shahih yang menurut syarat mukhari sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadits yang demikian ini dikenal dengan nama shahihun’ala syarthi’i-Bukhari
- Hadits shahih menurut syarat Muslim, sedang beluai sendiri tidakn mentakhrijkannya. Hadits yang demikian ini dikenal dengan nama shahihun’ala syarth-Muslim
- Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti bahwa si pentakhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah belau sepakati bersama atau yang masih diperselisihkan, tetapi hadits yang ditakhrijkan tersebut dishahihkan oleh imam-imam hadits yang kenamaan. Misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat pada sahih ibnu khusaimah, shahih ibnu hibban dan shahih al hakim.
Faedah pembagian derajat-derajat hadits tersebut
diatas ialah untuk mentakhrijkan bila ternyata terdapat ta’arudl (perlawanan)
satu sama lain.
G. STATUS
KEHUJJAHAN HADITS SHAHIH
Hadits mutawatir, hadits yang pasti shahih (benar)
berasal dari Nabi. Hadits shahih ahad tidaklah pasti, tetapi dekat kepada
kepastian, sebagian ualama menentukan urutan tingkatan (martabat) hadits shahih
sebagai berikut:
-
Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
-
Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri
-
Hadirts
yang diriwayatkan oleh seorang ulama dengan memakai syrat-syarat yang dipakai
oleh Bukhari dan Muslim
-
Hadits
shiahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama, dengan memakai syarat-syarat yang
dipakai oleh Bukhari sendiri
-
Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama dengan memakai syarat-syarat yang
dipakai oleh Muslim sendiri
-
Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama yang terpandang (mutabar)
Semua
ulama sepakat menerima hadits shahih mutawatir sebagai sumber ajaran islam atau
sebagai hujjah baik dalam bidang hukum, akhlak maupun dalam bidang akidah.
Siapa yang menolak hadits shahih mutawatir dipandang kafir. Sebagian besar
ulama berpendapat bahwa akidah tidak dapat ditetapkan kecuali dengan dalil yang
yakin dan pasti, yaitu nas Al-QUr’an dan hadits mutawatir.
H. KITAB-KITAB
YANG MEMUAT HADITS SHAHIH
- Kitab Al-Mutawata’
Kitab ini disusun oleh Imam Malik bin Anas, seorang
ahli fiqh, mujtahid, pakar hadits, salah seorang pemuka (imam) umat islam dari
Madinah. Sebagain ulama berpendapat bahwa kitab Al-Muwata’ merupakan kitab
tentang hadits sahih yang pertama kali sidudun karena kehati-hatian Imam Malik
dalam memilih hadits-haditsnya. Dalam satu bab, ia memuat hadits marfu, ucapan-ucapan
para sahabat dan fatwa-fatwa para tabi’in yang berkaitan dengan tema bab
tersebut dan seringkali diikuti dengan penjelasan beliau tentang pengalaman
terhadap hadist dan atsar tersebut
- Jami shahih al-Bukhari
Kitab ini disusun oleh imam Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Mugirah Al-Bukhari Al-Jufi. Dalam penyusunan kitabnya
ini iman Al-Bukhari bermaksud mengungkap fiqh hadits shahih dan menggali
berbagai kesimpulan hukum yang berfaedah, sertamenjadikan kesimpulan itu
sebagai judul bab-babnya. Oleh karena itu kadang-kadang ia menyebutkan matan
hadits tanpa menyebutkan sanadnya, kadang-kadang ia membuang seorang atau lebih
dari awal sanad. Kadua macam cara periwayatan terakhir ini disebut sebagai
takliq.
- Sahih Muslim
Kitab ini disusun oleh Imam Muslim bin Al-Hajjah Al-Nakburi.
Kitab Al-Musnad Al-sahih dan disebut pula Al-Jami’ Al-sshahih disusun dengan
metode yang tidak dipakai oleh Bukhari dalam penyusun kitab shahihnya.
Berbeda metode penyusunan kedua kitab ini adalah bahwa
Muslim tidak bermaksud untuk mengungkap fiqh hadits, melainkan mengemukakan
ilmu-ilmu yang bersanad, karena ia meriwayatkan setiap hadits ditempat yang
paling sesuai serta menghimpun jalur-jalur dan sanad-sanadnya ditempat
tersebut. Sedangkan Al-Bukhari memotong-motong suatu hadits dibeberapa tempat
dan pada setiap tempat ia sebutkan lagi sanadnya.
- Sahih Ibnu Khuzaimah
Kitab ini disusun oleh seorang imam dan muhadits
besarm Abu Abdillah Abu Bakar Muhammad bin Ishak bin Khusaimah
- Shahih Ibnu Hibban
Kitab ini disusun oleh seorang Imam dan muhadits
Al-Hafid Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busti, salah seorang murid Ibnu
Khuzaimah. Ia menamakan kitab susunannya dengan nama Al-Taqasim wal Anwa
disusun dengan sistematika sendiri, tidak berdasarkan bab
PENUTUP
Amat banyak ulama
yang bertakwa dan bertanggungjawab dan sangat teliti dan memelihara sunnah
Muhammad saw. Cara-cara yang sangat terpuji dan layak dikagumi oleh siapa saja.
Dan disamping itu mereka banyak pula para ahli yang meneliti matan-matan hadits
kemudian memisahkan mana yang dinilai syadz atau bercacat. Jelas bahwa untuk
menetapkan tentang Al-qur’an serta kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik
dari ayat-ayatnya, baik secara langsung ataupun tidak. Juga ilmu tentang
berbagai riwayat lainya, agar dengan itu semua dapat dilakukan perbandingan
antara yang satu dengan lainnya, ditinjau dari segi kuat atau lemahnya
masing-masing.
Diantara hadits
Nabi saw ada yang bersifat mutawatir yang karenanya disamakan hukumnya dengan
ayat-ayat Al-Qur’an. Juga terdapat diantaranya yang shahih dan mashur (dikenal
dengan baik) yang menafsirkan atau mengkhususkan hal-hal yang bersifat umum
dalam Al-Qur’an. Diantaranya juga banyak sekali yang mengandung hukum-hukum
furu’iyah yang dijadikan sandaran utama oleh mazhab-mazhab fiqih yang ada. Ada
kalanya sebuah hadits yang shahih sanadnya tetapi lemah matannya. Yaitu setelah
para faqih menjumpai cacat tersembunyi padanya. Persyaratan-persyaratan hadits
cukup menjamin ketelitian dalam pemikiran serta penerimaan suatu berita tentang
Nabi saw. Kita berani menyatakan bahwa dalam sejarah peradaban manusia tak
pernah dijumpai contoh ketelitian dan kehati-hatian yang menyamainya. Namun,
yang lebih penting lagi adalah kemampuan yang cukup baik untuk mempraktekkan
persyaratan tersebut.
Demikian makalah
diri saya yang masih sangat jauh dari benar, unuk itu mohon kritik serta
sarannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca terutama penulis.
DAFTAR PUSTAKA
-
Fatkhurrahman,
1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT. AL Ma’arif.
-
Ahmad,
Muhammad, Ulumul Hadits, Bandung: CV. Pustaka Setia.
-
Ash
Shiddicqy Habsi Muhammad, 1981, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra.
-
Thahhan
Mahmud, 1997. Ulumul Hadis studi Kompleksitas Hadis Nabi, Yogyakarta: Titian
Ilahi Press.
-
Al Mas’udi
Hasan Hafid, Ilmu Musthalah Hadis, Surabaya: Darussalam.
-
Al
Ghasali Muhammad, 1989, Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW. Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual, Bandung: Mizan.
-
Muhibbin,
1996, Hadis-Hadis Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
No comments:
Post a Comment