mata kuliah ilmu hadits
A.
Cinta Sesama Muslim
Sebagian Dari Iman
Muslim itu saudara muslim, Nabi saw bersabda. Agama Islam
memang ampuh, saat manusia memperbanyak perang antar kelompok, Islam justru
mempersatukannya (kelompok / suku / kabilah) dan diganti dengan ikatan akidah,
kita pun dikenalkan dengan istilah ukhuwah Islamiyyah, persaudaraan Islam.
Salah satu tandanya adalah mencintai sesama muslim. Nabi saw. “Bersabda Belum
sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya sendiri”. Banyak yang bisa kita
kerjakan sebagai bukti cinta pada sesama muslim. Mulai dari mengucapkan salam,
bersikap ramah, menolong sesama muslim, sampai berkorban untuk kepentingan kaum
muslimin. Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang melepaskan seorang muslim dari
kesulitan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari kesulitan di akhirat”.
Karena itulah kita jangan heran banyak sahabat Nabi
saw. juga para alim ulama yang berlomba-lomba berbuat kebaikan pada sesama. Abu
Bakar ash-Shiddiq, meski menjadi khalifah tetap rajin memerah susu domba bagi
para janda-janda tua. Amirul mukminin Umar bin Khaththab rajin berkeliling
Madinah untuk mengetahui kebutuhan dan kesusahan rakyatnya. Abdurrahman bin Auf
rajin bersedekah dan memberi pinjaman hutang pada sesama muslim. Pada saat
wafatnya beliau memberikan wasiat harta pada veteran Perang Badar masing-masing
400 dinar. Itu setara dengan 1,7 kg emas.
Tentu saja berbuat baik pada sesama tidak harus diwujudkan
dalam pemberian sesuatu yang bernilai materi walaupun jika itu bisa kita
lakukan sangat baik, yang penting adalah adanya simpati dan empati, serta
kesiapan membantu sesama muslim. Dan semuanya didasarkan atas prinsip
tulus-ikhlas, tidak mengharap balas jasa kecuali ridlo Allah Swt.
Salah satu penampakkan dari cinta itu adalah cinta
pada lawan jenis. Memang sudah fitrahnya seorang pria mencintai wanita, juga
sebaliknya. Tidak ada yang melarang, ada juga yang mengatur. Allah Swt. tidak mengingin
hamba-hambaNya terjebak antara melarang sama sekali pertemuan dengan lawan
jenis, atau membebaskannya. Seperti kita ketahui, ada budaya masyarakat yang
menabukan pertemuan pria dan wanita. Malah beberapa agama dan ajaran di dunia
melarang adanya pernikahan bagi para pemeluknya. Mereka menekankan prinsip
kerahiban atau kependetaan. Sebaliknya, yang mengajarkan kebebasan pergaulan
juga ada. Jumlahnya malah jauh lebih banyak. Terbukti, tingkat pergaulan bebas,
kehamilan di luar nikah, aborsi dan jumlah pengidap PMS (penyakit menular
seksual) semakin mencemaskan. Itu semua efek samping dari liberalisme yang
diusung demokrasi.
Di dalam ajaran Islam, pergaulan pria dan wanita meski
dilandasi ketakwaan. Maka, aktivitas semacam berdua dengan lawan jenis di
tempat yang sepi, apalagi pacaran sudah bukan jamannya lagi. Yang semacam itu hanya
akan mengundang setan karena ada juga yang tunduk pada godaannya. Mereka yang
nekat melakuin itu semua sebenarnya merusak makna cinta, dan sudah pasti bakal
menanggung akibatnya. Solusi Islam dalam urusan itu memang hanya satu yaitu
pernikahan.
Tentu saja, pernikahan membutuhkan persiapan yang
matang. Karena menikah bukan hanya menuruti nafsu saja, tapi harus bertanggung
jawab memberi nafkah lahir dan batin. Menyiapkan rumah, makanan, pakaian dan
jaga kesehatan.
Dari tulisan di atas semoga kita dapat memahami cinta
itu tidak hanya berurusan dengan lawan jenis. Banyak cinta lain yang harus kita
tebarkan. Atau bahkan wajib.
B.
Ciri-Ciri Orang Mukmin
Tidak Mengganggu Orang Lain
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna dan orang-orang yang
menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalat. Mereka
itulah orang-orang yang akan mewarisi." (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
Ilmu jiwa agama adalah suatu bidang disiplin ilmu yang
berusaha mengeksplorasi perasaan dan pengalaman dalam kehidupan seseorang.
Penelitian itu didasarkan atas dua hal yaitu sejauh mana kesadaran beragama
(religious counsciousness) dan pengalaman beragama (religious experience).
Apabila standar itu kita coba terapkan pada seseorang yang secara spesifik
beragama Islam, maka akan kita lihat beberapa standar diantaranya Al-Qur'an dan
As-Sunnah dan penjelasan para ulama.
- Al-Qur'an
Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka
yang dikategorikan orang yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti
pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah
Al-Furqan.
·
Mereka yang khusyu'
shalatnya
·
Menjauhkan diri dari
(perbuatan-perbuatan) tiada berguna
·
Menunaikan zakat
·
Menjaga kemaluannya kecuali
kepada isteri-isteri yang sah
·
Jauh dari perbuatan
melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain)
·
Memelihara amanat dan janji
yang dipikulnya
·
Memelihara shalatnya (QS.
Al-Mu'minun : 1 - 10)
·
Merendahkan diri dan bertawadlu'
·
Menghidupkan malamnya
dengan bersujud (Qiyamullail)
·
Selalu takut dan meminta
ampunan agar terjauh dari jahanam
·
Membelanjakan hartanya
secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
·
Tidak menyekutukan allah,
tidak membunuh, tidak berzina
·
Suka bertaubat, tidak
memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia, memperhatikan
Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. Al-Furqan : 63
- 67)
2.
As-Sunnah
Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi seorang
yang disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa
aman dari lidah dan tangannya (HR. Muslim). Sementara ciri-ciri lain disebutkan
cukup banyak bagi orang yang meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak
jarang Nabi SAW menganjurkan dengan cara peringatan, seperti :
"Barangsiapa berimankepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia
mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri" (HR.
Bukhari).
Tidak beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari
gangguannya" (HR. Bukhari dan Muslim).
"Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lebih
mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..." (HR.
Muslim).
Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan
kepada seseorang yang beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya
sehingga tidak mengganggu orang lain, demikian juga dia menghormati
tetangganya, saudara sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an
dan mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betul-betul menjaga
hubungan "hablum minallah" (hubungan vertikal) dan "hablum
minannaas" (hubungan horizontal).
Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri
keagamaannya matang adalah apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT.
Dan inti taqwa itu ada empat, menurut Ali r.a.
·
Mengamalkan isi Al-Qur'an
·
Mempunyai rasa takut kepada
Allah sehingga berbuat sesuai dengan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
·
Merasa puas dengan
pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit
·
Persiapan untuk menjelang
kematian dengan meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh
Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal
untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang.
Sengaja kami batasi agama Islam karena pembahasan ciri-ciri beragama secara
umum terlalu luas.
Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yang
komplek dengan problematika kehidupannya, maka sungguh orang yang beragamalah
yang akan terhindar dari penyakit stress, kata Robert Bowley.
Kesimpulan
Muslim itu saudara muslim, Nabi saw bersabda. Agama
Islam memang ampuh, saat manusia memperbanyak perang antar kelompok, Islam
justru mempersatukannya.
(kelompok/suku/kabilah) dan diganti dengan ikatan akidah, kita pun
dikenalkan dengan istilah ukhuwah Islamiyyah, persaudaraan Islam. Salah satu
tandanya adalah mencintai sesama muslim
Tentu saja berbuat baik pada sesama tidak harus
diwujudkan dalam pemberian sesuatu yang bernilai materi walaupun jika itu bisa
kita lakukan sangat baik
Dan semuanya didasarkan atas prinsip tulus-ikhlas,
tidak mengharap balas jasa kecuali ridlo Allah Swt.
Petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yang
beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu
orang lain, demikian juga dia menghormati tetangganya, saudara sesama muslim
dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Referensi:
- Al-Qur'an dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah / Penafsir Al-Qur'an
- Hadits-hadits Nabi yang terkumpul dalam Shahih
Bukhari, Muslim, dan lain-lain
- Ilmu Jiwa Agama, Prof. DR. Zakiah Derajat, Bulan
Bintang, Jakarta, cet. 15, 1996
- Al-Fikrut Tarbawi 'Inda Ibnil Qoyyim, Dr. Hasan bin
Ali bin Hasan
- Al-Hajjaji, Darul Hafidz, Jeddah, cet. I, 1408 H -
1988 M.
No comments:
Post a Comment