Breaking

LightBlog

Thursday, January 24, 2013

UKHUWAH ISLAMIAH


Mata Kuliah Esensi Al-Qur’an

            Ukhuwah islamiah merupakan istilah yang sudah diterima di tengah masyarakat, yaitu suatu persaudaraan berdasarkan iman, meskipun istilahnya yang lebih tepat adalah ukhuwah imaniah. Di dalam Al-Quran persaudaraan memang dikaitkan langsung dengan iman. Surat Al-Hujurât dimulai dengan semacam konstatasi bahwa umat Islam pasti akan berpecah belah. Dalam keadaan berpecah belah itu pasti nanti mereka akan saling menyerang dan berusaha menghancurkan satu sama lain. Memang secara historis hal itu sudah terbukti. [1]
            Dalam surat Al-Hujurât itu, tersebutlah ajaran normatif tentang bagaimana seharusnya menyelesaikan konflik. Dan kalau ada dua golongan orang beriman bertengkar, damaikanlah mereka. Tetapi bila salah satu dari keduanya berlaku zhalim terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang berlaku zhalim, sampai mereka kembali kepada perintah Allah. Bila mereka sudah kembali, damaikanlah keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Allah mencintai orang yang berlaku adil (Q., 49:9).
            Setelah proses pendamaian, sebetulnya ada petunjuk teknis yang sangat praktis tentang bagaimana memelihara ukhuwah yang pada saat-saat sekarang ini relevan untuk kita renungkan. Hai orang-orang beriman! Janganlah ada suatu golongan memperolok golongan yang lain; boleh jadi yang satu (yang diperolok) lebih baik daripada yang lain (yang diperolok). Juga jangan ada perempuan yang menertawakan perempuan lain; boleh jadi yang seorang (yang diperolok) lebih baik daripada yang lain (yang diperolok). Janganlah kamu saling mencela dan memberi nama ejekan. Sungguh jahat nama yang buruk itu setelah kamu beriman. Barang siapa tidak bertobat, orang itulah yang zhalim (Q., 49:11).
            Sebetulnya Al-Quran mengajarkan kita agar tidak terlalu cepat memvonis orang kalau kebetulan ia berbeda. Kita harus memberinya hikmah keraguan, yaitu dengan suatu pertanyaan dalam hati, “Oh, dia berbeda dengan saya, tapi jangan-jangan dia yang benar”. Itu yang diajarkan Al-Quran. Sebaliknya, memastikan diri sendiri benar dan orang lain salah dalam Al-Quran disebut sebagai indikasi kemusyrikan, karena berarti memutlakkan pendapat sendiri. … janganlah termasuk golongan orang-orang musyrik. Mereka yang memecah-belah agamanya menjadi beberapa golongan, dan masing-masing pihak membanggakan apa yang ada pada mereka (Q., 30: 31-32).
            Mereka menjadi kelompok yang menganggap diri paling benar. Mereka menjadi kelompok yang sektarian. Indikasi sektarianisme ialah kalau suatu kelompok di kalangan Islam tidak mau sembahyang di belakang kelompok yang lain, karena beranggapan orang lain semuanya sesat, sehingga dia berpikir bagaimana mungkin orang yang mendapat petunjuk harus shalat di belakang orang yang sesat. Mereka yang memecah-belah agama mereka dan menjadi kelompok-kelompok sedikit pun kamu tidak termasuk mereka; persoalan mereka kembali kepada Allah. Dialah yang kemudian memberitahukan kepada mereka, apa yang mereka perbuat (Q., 6: 159).
MENGIKAT JALINAN UKHUWAH DENGAN RAMADHAN
            Kebersamaan, saling tsiqah (percaya), bahu membahu, kerja sama, perkenalan dan sejenisnya merupakan refleksi ukhuwah yang didasarkan pada kesatuan ideologi dan keyakinan, bahkan kesatuan visi, misi, dan langkah dalam perjuangan.[2]
            Alangkah indah hidup ini jika dapat hidup dalam suasana kebersamaan. Alangkah manis hidup ini jika dapat berdampingan saling kasih dan sayang. Alangkah sejuk hidup ini jika dapat bahu membahu karena cinta kebaikan. Betapa bahagianya jika kita berjalan searah, seirama, sekeyakinan dalam menapaki langkah-langkah perjuangan hidup dalam rangka menggapai ridha Allah swt.
            Kalau kita yakin bahwa "innamal mu'minuuna ikhwatun" adalah pernyataan Allah swt. dalam Al-Qur'an, sekaligus ia merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya untuk diserukan kepada umat manusia. Kalau kita yakin itu, maka mustahil wahyu itu hanya berupa 'lip-servis' atau pajangan kata-kata dalam Kitab Suci, tanpa adanya kemungkinan terwujud dalam kehidupan nyata.
            Allah swt. menurunkan ayat-ayat-Nya dalam Al-Qur'an untuk dibumikan dan sangat mungkin dibumikan, sebab ayat-ayat Al-Qur'an secara keseluruhan adalah ayat-ayat hidup dan untuk kepentingan makhluk hidup, demi kesejahteraan mereka saat ini dan saat mendatang.
            Ternyata, dalam sejarah peradaban manusia ukhuwah semacam itu pernah terwujud dan dicatat. Fenomena ukhuwah dalam kehidupan para sahabat Rasulullah saw. pada masa keemasan dan kejayaan umat ini.Ukhuwah mereka ternyata dapat mengguncang mereka yang dicap Allah sebagai musuh-musuh dakwah Islam, baik dari kalangan orang tak beragama maupun dari kalangan umat beragama non muslim sekalipun.
            Persaudaraan dan kebersamaan para generasi awal Islam itulah yang pernah membuat para pengkaji Islamologi dan sebagian pemikir Barat tercengang. Saat mereka membaca sejarah Khubaib bin Adi yang tidak rela bebas dari penyiksaan kuffar dan hidup senang, sementara Rasulullah saw. hidup tersiksa dan sengsara, bahkan sekedar terluka. Saat mereka menyimak sejarah seorang sahabat Thalhah yang rela memberikan makanan malamnya yang tersisa diberikan kepada seorang tamu Rasulullah saw.Saat mereka saling membahu membangun parit besar dalam rangka mempertahankan diri dan kota Madinah dari serangan pasukan koalisi (ahzab) di tahun ke 5 Hijriyah. Saat mereka hidup berdampingan ibarat saudara kandung, saling memberi dan lapang dada antara kaum muhajirin dan anshar. Ukhuwah yang tak tertandingi dalam perjalanan sejarah manusia sebelum dan sesudah itu. Apa gerangan rahasianya?

               Simak dan renungkan ayat-ayat suci dalam surat Al-Hujuraat: 9-10, 
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã 3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ̍øBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$#
Artinya : Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Al Hujuraat : 9)
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ 
Artinya : Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al Hujuraat : 10).[3]
            Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt. menyatakan, bahwa ukhuwah Islamiah: 1. Didasarkan pada iman yang kokoh (Al-Hujurat: 10) 2. Dilandaskan pada proses ta'liful qulub (keterpautan hati), (Ali Imran: 103) 3. Keterpautan hati bukan semata-mata rekayasa dan upaya manusia, tetapi ia juga merupakan rahmat dan karunia Allah swt. (al-Anfal) 4. Sementara rahmat Allah swt. secara simultan hanya dapat diraih oleh orang-orang yang bertakwa sebenarnya, komitmen kuat dengan ajaran Allah dan memiliki tingkat tawakkal yang tinggi (al-A'raf).Karenanya, Allah swt. mengawali ayat perintah menegakkan amar makruf nahi munkar dengan perintah beriman, bertakwa haqqa tuqaatihi, dan realisasi keislaman selama hidup (Ali Imran: 102). Selanjutnya, Allah memerintahkan i'tishom (berpegang dalam himpunan dengan tali Allah swt, yakni ajaran-Nya yang lurus), jangan bercerai berai, agar terwujud [4]
ta'liful qulub (keterpautan hati) yang diawali dengan kebersihan hati dalam berislam dan berjuang membela Islam, sehingga ukhuwah dapat terjalin di antara kita (Ali Imran: 103).
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa ukhuwah akan terjalin di antara orang-orang yang bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Sedangkan, takwa merupakan tujuan ibadah shaum selama bulan Ramadhan.
Karena itu, bulan Ramadhan hendaknya dijadikan sebagai bulan penempa diri untuk menjadi orang-orang yang siap untuk berukhuwah. Ramadhan dijadikan sebagai peluang mewujudkan masyarakat harmonis, sekaligus sebagai momen menunjukkan jati diri umat yang mencintai integritas bangsa dan negara serta siap menghadapi upaya-upaya disintegtrasi bangsa di negeri yang kita cintai ini.
Peningkatan keimanan di bulan Ramadhan menjadi sangat menentukan tertanamnya prinsip ukhuwah dalam diri setiap muslim. Karena keimanan itulah yang melandasi amal-amal ibadah selama Ramadhan khususnya shaum, agar diterima dan diridhai Allah swt. Demikian juga aplikasi keimanan berupa aktivitas-aktivitas ibadah selama Ramadhan, menjadi penentu cita-cita terwujudnya ukhuwah islamiah. Karena, aktifitas ibadah merupakan indikator sikap takwa yang didasarkan keimanan, sekaligus merupakan faktor penyebab turunnya rahmat Allah swt berupa ta'liful-qulub (keterpautan hati). Ta'liful qulub ini sebagaimana dijelaskan di atas merupakan 'soko guru' bagi ukhuwah islamiah.
Karenanya, berbagai syariat di bulan Ramadhan kebanyakan bernuansa kebersamaan yang merupakan salah satu bentuk dari ukhuwah islamiah. Sebut saja misalnya shalat tarawih berjamaah, shalat shubuh berjamaah, yang dilakukan tidak seperti biasanya dilakukan sebagian umat di luar Ramadhan, mendengarkan kuliah shubuh, ifthar jama'i (buka puasa bersama), makan sahur bersama, i'tikaf dan lainnya.
Demikian pula zakat dan anjuran sedekah di bulan Ramadhan, secara kontekstual memberikan makna yang dalam dari salah satu bentuk ukhuwah islamiah. Karena, sikap kepedulian kepada sesama adalah sikap yang didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang dan cinta kepada sesama. Kasih sayang dan cinta merupakan wujud dari persaudaraan.[5]
Refleksi zakat dan sedekah dalam kehidupan sosial adalah hidup sepenanggungan. Tanpa pandang bulu dan tanpa melihat status sosial tertentu, sang muzaki siap hidup bersama sepenanggungan, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Bahu membahu dalam menghadapi masalah hidup.Si kaya bukan berarti terbebas dari malapetaka dan musibah yang pada saat-saat tertentu memerlukan bantuan si miskin papa. Demikian juga si miskin papa yang taat beragama, di banyak kesempatan memerlukan keberadaan si kaya yang berada di lingkungannya.Ada beberapa saran dalam menjalin ukhuwah di bulan Ramadhan:
1.       Jaga kebersihan hati, Hati adalah panglima bagi sikap dan perilaku setiap orang,, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. Karenanya, kebersihan hati merupakan faktor utama masuk surga Allah swt. Sebab, hanya orang yang bersih hatinya yang mendapatkan kenikmatan berjumpa dengan Allah swt. kelak di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya, "Pada hari tidak ada manfaat harta dan anak-anak kecuali ia yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". Bersih dari noda syirik, noda riya, kotoran ghill (kemarahan) dan hasud (dengki).
2.       Tingkatkan amal-amal ibadah secara kontinyu.
3.       Terlibat dalam kegiatan kajian-kajian keislaman. Pemahaman yang benar dan tepat akan memunculkan saling mencintai dan tumbuh keberanian untuk saling menasehati.
4.       Terlibat dengan aktifitas kebersamaan, seperti ifthar jama'i, i'tikaf bersama, kepanitiaan program-program tertentu dan lain-lain.
5.       Budayakan musyawarah dengan lingkungan kerja keislaman. "Wa amruhum syuro bainahum."
DAFTAR PUSTAKA
Satori Ismail, Achmad Dkk. 30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci
Rachman, Budhy Munawar.Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Sketsa Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Mizan, Paramadina, Center for Spirituality & Leadership, 2007/2008.








[1] Satori Ismail, Achmad Dkk. 30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci
[2] http:/www.islam.com/….
[3] --------------- Al-Qur’an dan Terjemahan --------------------
[4] Satori Ismail, Achmad Dkk. 30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci
[5] Rachman, Budhy Munawar.Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Sketsa Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Mizan, Paramadina, Center for Spirituality & Leadership, 2007/2008

No comments:

Post a Comment

Adbox