Artikel Budaya
Perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia
atas batik sebagai warisan budaya asli Indonesia tidak sia-sia. United Nation
Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dipastikan akan mengukuhkan
tradisi batik sebagai salah satu budaya warisan dunia asli Indonesia pada
Oktober mendatang di Perancis.Demikian dikatakan oleh Direktur Jenderal Nilai
Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Tjetjep Suparman di
Surakarta, Selasa (2/6). “Butuh waktu tiga tahun untuk pengajuannya,” katanya.
Sebelumnya, wayang dan keris juga telah mendapat pengakuan yang sama dari
UNESCO beberapa waktu lalu.”Enam negara yang merupakan perwakilan dari UNESCO
telah melakukan pengkajian terhadap budaya batik,” kata Tjetjep. Setelah
melakukan kajian serta verifikasi selama tiga tahun, akhirnya terdapat
pengakuan terhadap budaya batik sebagai budaya milik Indonesia. “Penetapannya
pada 28 September 2009 besok,” kata Tjetjep. Sedangkan pengukuhannya baru akan dilakukan
pada 2 Oktober 2009 di Perancis.
Selain batik saat ini pemerintah juga mengajukan
beberapa hasil budaya untuk mendapatkan pengakuan yang sama, diantaranya
gamelan dan angklung. “Mudah-mudahan prosesnya bisa berjalan lancar,” katanya.Secara
terpisah, Ketua Paguyuban Kampoeng Batik Laweyan Surakarta, Alfa Fabela sangat
menyambut baik atas pengakuan tersebut. “Hanya saja kami berharap generasi muda
bisa ikut melestarikan tradisi budaya batik,” kata Alfa Fabela. Dirinya juga
berharap adanya pengakuan tersebut dapat membuat batik semakin dikenal. “Hasilnya,
ekspor juga dapat meningkat,” kata Alfa. Mekipun menurutnya, saat ini para
produsen batik kebanyakan masih fokus untuk menggarap pasar dalam negeri. BATIK
berasal dari kata Jawa amba (menulis) dan titik (juga berarti titik dalam
bahasa Indonesia). Selain itu ada juga yang mengartikannya sebagai menghamba
pada titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik.
Di Museum Nasional dapat kita lihat detail motif batik
pada penggambaran kain pada patung-patung batu yang berasal dari abad ke 8
(contoh patung patung yang berasal dari candi Prambanan) maupun pada
patung-patung yang berasal dari abad ke 13 (Singosari) dan abad ke 14
(Majapahit). Walaupun demikian penulisan pertama tentang pembuatan batik di
Jawa berasal dari pencatatan keraton di Jawa Tengah pada abad ke 16 (Aspects of
Indonesian Culture). Teknik dasar batik (dye resistance pattern) menurut info berasal dari Mesir sekitar 1500 tahun
yang lalu. Di Museum Nasional terdapat juga kendi China yang dibuat dengan
mencoba mempraktekkan teknik membatik ini pada keramik. Tapi percobaan pada
kain tampaknya lebih berhasil di Jawa. Dari namanya saja sudah jelas asal
tempat yang membesarkan nama batik itu sendiri. Dengan perkembangan perdagangan
kain di Jawa maka masuklah kain dari India pada sekitar tahun 1800 dan dari
Eropa pada sekitar tahun 1815. Karena menggunakan kain yang lebih
berkualitas maka perkembangan batik Jawa semakin pesat dan semakin terkenal. Mattiebelle
Gittinger yang meneliti tekstil di Indonesia dalam tulisannya di Arts of Asia
(September - Oktober 1980) menyebutkan bahwa pemakaian teknik dasar membatik
yang menggunakan lilin ini mungkin berasal dari Cina dan India, tapi semua alat
membatik dan proses pembatikannya merupakan sesuatu yang khas Jawa. Canting
adalah alat penulisan batik yang ditemukan oleh orang Jawa dan menunjukkan
kepandaian yang tinggi dari nenek moyang kita. Bahkan, menurut Gittinger
orang Belanda pada abad ke 17 mulai memperdagangkan batik dan pada abad ke 19
mulai menghasilkan tekstil pabrik bermotif batik yang kemudian
diperdagangkannya ke Afrika Barat. Sayangnya hasil artistik yang bernilai
tinggi ini menurut para ahli, kurang diperhatikan pemerintah. Bahkan seorang Malaysia menyanjung kepedulian
pemerintahnya pada perkembangan batik Malaysia, dengan mengutip harian Jakarta Post yang
membahas mengenai perbandingan perkembangan batik Indonesia dengan Malaysia
yang sebenarnya menggunakan pekerja dari Indonesia. Kurangnya perhatian
pemerintah pada perkembangan batik memang tersorot pada tahun 2005 karena
ternyata Malaysia terlebih dahulu mematenkan batik seperti yang tertulis di
harian Republika. Memang persoalan paten ini menurut harian Kompas banyak yang
tidak tahu, dan cukup sulit memperjuangkan pengakuan hak kekayaan tradisi
budaya. Perhatian Malaysia pada hak paten memang lebih tinggi, dan promosi
mereka terhadap batik Malaysia cukup besar, seperti yang terlihat pada perangko Malaysia. Padahal batik sebenarnya
mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Motif batik Parang Rusak misalnya,
sebenarnya termasuk motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan
kraton.
Demikian juga warna batik pada motif parang bisa
menentukan asal kraton pemakainya, apakah dari Kraton Solo atau dari Kraton
Jogja. Selain membawa arti simbolis, mengamati batik juga memperlihatkan
kekayaan budaya serapan Indonesia. Di Museum Nasional kita bisa melihat
perbedaan antara batik pesisir yang terpengaruhi oleh budaya Cina, budaya
Islam, maupun pengaruh pendudukan Belanda yang memang pada waktu itu juga
menghasilkan batik Belanda (berasal dari pabrik yang dimiliki oleh orang
Belanda di Indonesia). Jadi bagaimana kita bisa ikut membantu menjaga warisan
yang bernilai budaya dan sejarah ini? Beberapa orang sudah memulainya, dalam
hal produksi selain pabrik pabrik besar dan kecil, ada juga desainer seperti
Iwan Tirta, Harry Dharsono, dan Obin. Sekarang ada Joop Ave yang mengajak anda
melihat batik sebagai elemen interior. Hak paten desain batik kita juga perlu
diperhatikan, diperlukan bantuan pemerintah terhadap pengusaha kecil yang
mungkin tidak tahu menahu mengenai hak cipta. Tidak lucu kalau suatu hari ada
pembatik yang dituntut karena menggunakan desain batiknya yang sudah dipatenkan
negara lain.
ANALISIS
ARTIKEL
Melalui artikel diatas dapat diketahui bahwa salah satu
budaya kita yaitu batik, perlu kita budayakan dan kita lestarikan, jangan
sampai salah satu budaya kita ini di rebut dan di ambil alih nilai budayanya
oleh Negara lain, karena budaya batik sendiri berasal dan berkembang dengan
baik di Negara Indonesia, khususnya di daerah jawa. Dan juga kita jangan kalah
dengan Malaysia dalam hal mempublikasikan budaya batik, karena disamping
Malaysia memproduksi batik, mereka juga mengajukan budaya batik agar di akui
oleh UNESCO sebagai salah satu budaya Malaysia.
Maka dari itu, kita sebagai generasi muda sudah
seharusnya untuk meneruskan perjuangan nenek moyang kita yang telah
melestarikan dan membudayakan batik agar tidak di ambil alih unsur budayanya
oleh Negara lain.
No comments:
Post a Comment