Breaking

LightBlog

Monday, February 18, 2013

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

PENDAHULUAN
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada sang pelita kehidupan, pembela manusia dari gelapnya kebodohan, Muhammad SAW, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.
Betapa khalayak muslim sudah banyak tahu tentang intelektualitas al-ghozali dan kepeduliannya terhadap ilmu. Ini tentu karena banyaknya jumlah karya beliau dan tidak sedikit yang membincangkan secara khusus seputar ilmu. Beliau juga memberikan ilustrasi-ilustrasi menarik seputar keutamaan ilmu dan memberikan motivasi yang memikat kepada para muda untuk mencapai ilmu yang mampu menuntunnya kepada keselamatan dirinya.
Ide-ide al-ghozali yang meliputi syarat-syarat ilmu pengetahuan dan keutamaan-keutamaannya, keharusan, konsekuensi dan problematikanya, bahaya dan kerusakannya, norma-norma dan kewajibanya tentang perjalanan ulama salaf dan cirri-ciri ulama ukhrowi dan duniawi, hamper semuanya diulas dengan argumentasinya secara naqli maupun aqli, yang muara akhirnya adalah untuk mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan duniawi dan lebih-lebih kebahagiaan ukhrowi.
Dalam membahas ilmu pendidikan, al-ghozali menjelaskandengan sangat detail, baik menyangkut kualifikasi ilmu itu sendiri, pemilik ilmu atau kepentingan-kepentingan seputar ilmu yang lainnya . tetapi apapun keberadaannya, al-ghozali telah sangat berjasa dengan sumbangan pemikiran filsafat dan pendidikannya kepada generasi berikutnya. Banyak dari pemikirannya yang dikemudian hari dimunculkan kembali oleh tokoh filusuf barat. Apakah dalam hal ini alur pemukirannya kebetulan sama dengan al-ghozali ataukan mungkin mengadopsi pemikirannya, tidak ada data yang pasti, wallahu a’lam.

PEMBAHASAN
A.    JALUR KETURUNAN AL-GHOZALI
Beliau adalah seorang sufi yang punya nama lengkap abu hamid Muhammad ibnu ahmad. Beliau dilahirkan di khurasan pada tahun 450 H. beliau lebih dikenal dengan nama Al-Ghozali karena ayahnya seorang pekerja pemintal wol atau karena beliau berasal dari desa ghazalah. Pendidikan dimulai di Thus. Lalu al-ghozali pergi ke kejurjan dan secsudah itu satu periode lebih lanjut di Thus, ke Naisabar, tempat ia menjadi murid al-Juwaini imam Al-Haramain hingga meningalnya yang terakhir pada tahun 478 / 108 H.
Gurunya yang terkenal adalah abu ali al farmadhi dari naisabor pada 478 / 1085 M. imam alghozali pergi ke kampus nizam al mulk yang menarik banyak sarjana di sana diterima dengan kehormatan dan kemuliaan.  Dan sebelum perpindahannya ke Bagdad, al-ghozali mengalami fase skeptitisme dan menimbulkan awal pencarian yang penuh semangat terhadap sikap intelektual yang lebih memuaskan dan cara hidup yang lebih berguna. Pada tahun 484 H / 1091 M, dia tiutus oleh nizam al mulk untuk menjadi guru besar di madrasah nizhamiyah yang didirikan di Bagdad

B.     KEISTIMEWAAN AL-GHOZALI
Sebgai seorang sufi yang tekmuka, beberapa kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh Al-Ghozali antara lain :
  1. Beliau adalah seorang ulama yang mempunyai kemauwan yang sangat tinggi untuk mendalami ilmu-ilmu agama
  2. Beliau pernah ber-ittiqaf dipuncak menara Masjid Umami sebelah barat sepanjang hari dengan sedikit makan dan minum
  3. Beliau seorang ulama yang pernah mengunjungi beberapa kota penting yang pernah sebagai pusat perkembangan tasawuf
  4. Beliau seorang ulama yang mendapat gelar Hujjatul Islam, karena mempunyai kemampuan untuk menghimpun akidah syariah dan akhlak ke dalam ilmu tasawuf sehingga merupakan salah satu Hujjah yang menjadi tegaknya Islam sepanjang masa.

C.     POKOK-POKOK PIKIRAN AL-GHOZALI
Sebagai seorang sufi yang terkemuka, ada beberapa pokok pikiran yang dikembangkan Al-Ghazali, antara lain:
  1. Perjalanan Tasawuf seorang pada hakikatnya adalah usaha unutk membersihkan diri dan menjernihkan hati secara terus-menerus mingga mencapai musyahadah. Untuk itu seseorang harus menekuni ajaran tasawuf harus menempuh moral dan melatih jiwanya dan membina akhlak yang terpuji di sisi Allah maupun disisi manusia.
  2. Hati ibarat cermin yang mampu menangkap makrifat ketuahanan. Kemampuan hati tersebut tergantung pada bersih dan beningnya hati itu sendiri. Kalau hati bersih akan mudah menerima ma’rifah. Tapi kalau hatinya kotor maka ia tidak akan bias menerima makrifat.

D.    RAMBU-RAMBU YANG DIBERIKAN AL-GHAZALI SEBAGAI GURU, ANTARA LAIN :
Pertama, jika mengajar dan memberikan penyuluhan sudah menjadi keahlian dan profesi seorang guru (ulama), amak sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang.
Kedua, bagi yang mempelajari sejarah, khususnya sejarah pendidikan akan tahu bahwa menuntut upah dalam mengajar, bukanlah sesuatu yang diterima atau dibenarkan oleh masyarakat, ia harus semata-mata karna Allah SWT. Karena hal itu sudah menjadi kewajibannya. Al-Ghazali memandang rendah ide untuk mendapatkan harta, maka ia sama dengan orang yang membersihkan bagian bawah sandalnya dengan mukanya sendiri. Ia jadikan orang yang dilayani menjadi pelayan, dan pelayan menjadi orang yang dilayani.
Ketiga, Al-Ghazali berkata” Seorang guru selayaknya bertindak sebagai seorang penyuluh yang jujur dan benar dihadapan muridnya. Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran sebelumnya. Ia tidak dibenarkan membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan terhadap murid bahwa tujuan pengajaran adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keempat, Al-Ghazali menasihatkan “ Seorang guru seyogyanya tidak menggunakan kekerasan dalam membina ruhani dan perilaku anak didik. Guru harus simpatik, karena jika hanya mengandalkan kekerasan justru hanya akan membuat anak didik semakin berani.
Kelima, guru harus bersikap baik dan berjiwa toleran. Diantara kebaikan guru adalah adanya penghargaan terhadap ilmu-ilmu yang bukan spesialisnya, tidak menjelekkan dan palagi merendahkan nilainya.
Keenan, Al-Ghazali juga mengahruskan guru unutk mau mangakui dan memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan antar individu.
Ketujuh, seorang guru harus mendalami kejiwaan muridnya, sehingga dia tahu bagaimana cara yang tepat dalam memperlakukan seorang murid.
Kedelapan, Al-Ghazali sangat menekankan, bahwa seorang guru harus punya pegangan atau prinsip serta berupayauntuk merealisasikannya. Diungkapakan oleh Al-Ghazali, bahwa guru bagi murid adalah ibarat bayangan dari kayu. Bayangan tidak mungkin lurus apabila kayunya bengkok.

E.     KEUTAMAAN MENDIDIK DAN MENGAJAR
Ketahuilah, bahwa kepandaian tidaklah selalu identik dengan pangkat, kedudukan, karena kepandaian selalu terkait dengan pencarian ilmu yang dilakukan dalam tempo yang tidak sebentar. Adalah Allah SWT mengangkat derajat ulama, yang telah mengajak manusia kepada jalan-Nya. Allah SWT berfirman (Q.S. Fushilat : 33) yang Artinya :” Siapakah orang yang lebih baik perkataanya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih dan berkata, Sesungguhnya aku termasuk orang yang menyerahkan diri” (Q.S. Fushilat : 33).
Keutamaan ilmu merupakan suatu kesempurnaan yang mutlak, tidak relative. Sebab suatu kesempurnaan kadang terwujud jika di sandarkan kepada yang lain. Contoh: warna hitam akan tampak jelek jika menempel pada muka seseorang. Mengapa ilmu sebagai kesempurnaan yang mutlak karena ilmu itu sendiri adalah sifat Allah dan para malaikat. Dengan ilmu para malaikat dan para hamba Allah dapat mendekatkan diri secara sempurna kepada-Nya SWT.
Al-Ghazali telah menulis beberapa buah karyanya seputar masalae pendidikan dan pembinaan ruhani. Tapi diantara karyanya ini yang paling signifikan dalam pembahasannya adalah Ihya’ Ulumudin. Kitab Ihya’ Ulumudin ada 4 bab utama dan masing-masing babnya dibagi menjadi 10 pasal. Ke 4 bab itu antara lain :
  • Bab Pertama tentang iabadah
  • Bab 2 tentang adat istiadat
  • Bab 3 hal-hal yang mencelakakan
  • Bab 4 tentang maqamat dan ahwal

Imam Al-Ghazali, seorang filosof, sufi dan pendidik besar, mengangkat derajat guru atau pendidik pada kekudukan yang sangat terhormat. Bahkan menempatkannya dalam jajaran para Nabi. Menurutnya, guru bagaikan matahari yang terang dan menerangi jagad raya tanpahenti-hentinya dan tanpa pilih kasih. Guru juga ibarat bunga mawar yang harum dan semerbak dan menyebarkan harumnya pada orang lain.
Setiap guru yang pelit memberikan ilmunya kepada yang berhak pada hakekatnya dia terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Oleh karena itu dia berpesan kepada para guru, antara lain:
  1. Agar guru menaruh perhatian yang besar kepada anak didiknya.
  2. Agar guru mengajar dan mengasuh anak didiknya sebagaimana terhadap anaknya sendiri.
  3. Guru hendaklah berusaha sekuat tenaga untuk mengubah, mengoreksi dan membentuk anak didiknya. Pendidikan tidak punya arti apabila tidak dapat mengubah pandangan anak didiknya dalam kehidupan moral, intelektual spiritual.
  4. Anak didik hendaklah didorong untuk belajar dengan cinta dan simpati, bukannya dengan paksaan dan kekerasan.
  5. Guru jangan memandang rendah satu ilmu dan meninggalkan ilmu lainny, karena akan mempersempit wawsan anak didiknya.
  6. Guru hendaklah memeprhatikan tingkat kecerdasan anak didiknya, agar dapat menagkap apa yang diajarkan kepadanya. Dia juga harus menjaga penampilanya dalam kehidupan sehari-hari sebagai panutan dan bahkan sebagai model pribadi yang baik bagi anak didiknya.
  7. Anak terbelakang hendaklah ditangani secara khusus agar tidak merasa rendah diri dihadapan kawan-kawanya. Untuk itu diperluakan psikologi anak ayang mendalam.
Pesan Al-Ghazali diatas sudah cukup komprehensif dan modern bila diingat bahwa hal itu dikemukakannya kurang lebih 900 tahun yang lalu, karena beliau hidup diantara tahun 1058-1111.

F.      MASALAH PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN PANCASILA
Masalah utamanya adalah : Bagaimana mengsinkronkan antara tujuan Pendidikan Agama yang Universal dengan tujuan Pendidikan Pancasila yang Nasional. Memang dalam konteks Universal, agama merupakan genus, yang pelaksanaanya dalam ruang dan waktu tertentu mungkin terdapat variasi, yang di Indonesia berkaitan erat dengan Pancasila sebagai spesiaes,. Sedangkan dalam kontekas Nasional, sebaliknya Pancasila yang merupakan genus dan agama Islam sebagai salah datu spesiesnya.
Dalam masalah ini seperti yang terdiri dari berbagai agama. Dalam masalah ini seperti yang kita dengar dari para pemimpin Negara kita, kita tidak perlu melihat mana yang lebih penting atau lebih tinggi diantara keduanya, mana yang genus dan mana spesies. Yang jelas keduanya sama-sama diperlukan oleh Bangsa Indonesia: etiap muslim di Negara ini adalah “ Hamba Allah” pada waktu yang sama juga “ warga Indonesia”.

G.    MASALAH KUALITAS GURU AGAMA.
Kompetensi metodologik yang diharapakan oleh Imam Al-Ghazali untuk dimiliki oleh para guru (termasuk guru agama) seperti yang sudah disebutkan dimuka, juga dihapakan oleh Dept. Agama yang menuntut setidaknya 4 kopentensi yang harus dimiliki oleh guru agama, yaitu :
  1. Kompetensi Profesional : yaitu kependidikan dan keilmuan, minimal yang menjadi tugasnya.
  2. Kompetensi Personal : yaitu berkepribadian integritas yang mantap agar menjadi sumber identifikasi bagi anak didiknya.
  3. Kompetensi Sosial : Kemampuan berkomunikasi dengan kepala sekolah, sesame guru maupun masyarakat luas.
  4. Kompetensi pelayanan :  kemampuan melayani semua anak didiknya, baik secara individual maupun kelompok ( dilektorat dan pembinaan Agama Islam, Dept. Agama, 1993).

H.    AL-GHAZALI DAN PENDIDIKAN
Al-Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap dalam proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka system pendidikan itu haruslah punya filsafat yang mengarahkan kepada tujuan yang jelas.
Bertolak dari pengertian pendidikan dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya merupakan alat, yaitu pengajaran : ta’lim sejak awal pengajaranmanusia sampai akhir hayatnya kita selalu bergantung pad orang lain. Dalam hal pendidikan ini )manusia yang bergantung disebut murid, sedang yang menjadi tempat bergantung disebut guru). Murid dan guru inilah yang disebut subyek pendidikan.
Manusia adalah subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sangat penting bagi manusia, maka dalam pendidikan itu harus diperhatikan tentang kurikulum. Kurikulum pendidikan menurut Al-Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaiakn kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik, mengerti, memahami, meyakini, dan membenarkan terhadap apa yang diterimanya sebagai pengetahuan tanp memerlukan dadil atau bukti dengan pentahapan ini melahirkan metode khusus pendidikan menurut Al-Ghazali antara lain :
  1. Metode khusus pendidikan agama menurut Al-Ghazali metode ini pada prinsipnya dimulai dengan afalan dan pemahaman dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran setelah itu penegakkan dalil-dalil dan keterangan yang bisa menjunjung penguatan akidah.
  2. Metode khusus pendidikan akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran dahulu.

PENUTUP
Al-Ghazali menyimpulkan pendidikan itu harus mengarah kepada pembentukan akhlak mulia, sehingga ia menjadikan Al-Qur’an sebagai kurikulum dasar dalam pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pendidikan dan pembinaan ada 2, antara lain :
1.      Kesempurnaanisasi yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah.
2.      Kesempurnaanisasi yang bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Al-Ghazali juga menjelaskan keutamaan dan arti penting dari belajar, dengan mengemukakan dalil dan ayat Al-Qur’an dan hadits Rosulullah SAW. Selanjutnya dia menjelaskan kewajiban melaksanakannya bagi yang berilmu. Dia sebutkan bahwa orang yang mengetahui tapi tidak menyebarkan ilmunya tidak ia amalkan dan tidak pula dia ajarkan maka ia sama saja dengan mengumpulkan harta untuk disimpan tanpa dapat dimanfaatkan siapapun

No comments:

Post a Comment

Adbox