LightBlog

Saturday, February 9, 2013

UN (Ujian Nasional) PERLUKAH ...???


Pendahuluan

Bukan menjadi yang tabu lagi bila sekarang ini kita membicarakan hal pendidikan. Sudah menjadi hal biasa bila kita membicarakan berbagai hal tentang pendidikan. Di negara kita tercinta ini banyak kalangan berbicara mengenai pendidikan, meskipun kita tahu apa yang mereka bicarakan, mulai dari kalangan elit politik, kalangan cendikiawan, para ahli pendidikan, kalangan awam, mereka berduyun-duyun membicarakan masalah pendidikan.
Memang berbicara mengenai pendidikan di negari kita ini tak akan pernah ada habisnya. Ada saja permasalahan yang timbul dalam rangka pelaksanaan pendidikan di negari ini. Dan setiap kali muncul permasalahan, di saat itulah berbagai kalangan membicarakan dan mengeluarkan pendapat mereka. Mereka berusaha mengkritisi permasalahan mengenai pendidikan di negeri ini. Mereka berusaha mencari solusi atas permasalahan yang sedang melanda negeri ini dalam hal pendidikan.
Pendidikan sudah bukan menjadi kebutuhan kedua. Namun saat ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap insane manusia dimanapun berada, termasuk di negeri kita tercinta ini. Karena itu pendidikan menjadi hak bagi tiap warga negara dan menjadi kewajiban negara untuk menyelenggarakan pendidikan yang terbaik untuk negaranya demi kemajuan negara itu sendiri. SDM maju otomatis negara juga akan maju, betul kan?
Namun begitu meskipun menjadi hak tiap-tiap warga negara untuk mengenyam pendidikan banyak saudara-saudara kita di kota, di Pedesaan, maupun di daerah terpencil yang masih belum bisa menikmati pendidikan. Banyak juga yang sedang duduk dibangku sekolah, namun mereka belum mendapat fasilitas yang layak sebagai media pembelajaran untuk mereka. Dan bahkan banyak dari mereka yang putus sekolah permasalahan ekonomi.
Sepertinya pendidikan di negeri ini berpihak pada si kaya, si kaya lebih diutamakan, si kaya yang bisa menikmati bangku pendidikan setinggi mungkin. Memang pemerintah telah berupaya untuk memberikan beasiswa kepada mereka yang kurang mampu, tapi entahlah apakah sampai ke tangan mereka, atau masuk ke kantong-kantong nakal yang tak bertanggung jawab.
Sebenarnya banyak masalah-masalah dalam pendidikan di negara ini, mulai dari isinya, sistemnya, dan pelaksanaannya. Namun di sini kita tidak mungkin membahas semua permasalahan yang ada, karena itu jelas tidak cukup waktu.
Dalam makalah ini saya akan coba memberi gambaran mengenai salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan kita yaitu ujian nasional. Siapa yang tak kenal UN di negeri ini? Sungguh mencengangkan masalah-masalah yang terjadi karena UN di negeri ini. Tapi sebenarnya apa itu UN? Apa saja problema di dalam pelaksanaan UN?. Bagaimana sebaiknya kita mensikapi dalam UN ini? Akan saya bahas dalam pembahasan selanjutnya.


Pembahasan
Bukan hal yang asing lagi bila saat ini kita membicarakan soal ujian nasional (UN). Bahkan saat ini sedang panas-panasnya masyarakat Indonesia membicarakan soal ujian nasional (UN) ini. Ada pihak-pihak yang setuju dengan diadakan ujian nasional, namun banyak juga pihak-pihak yang kurang setuju dengan diadakan ujian nasional, namun banyak juga pihak-pihak yang kurang setuju dengan diadakan ujian nasional dengan alasan-alasan yang cukup rasional.
Sebelum berbicara terlalu jauh mengenai ujian nasional, ada baiknya kita mengetahui apa itu ujian nasional, supaya kita lebih jauh mengenal mengenai ujian nasional tersebut. Sebenarnya apa itu ujian nasional? Sering sekali kita mendengar kata-kata ujian nasional dsan bahkan kita juga pernah mengalaminya, betul kan? Dari mulai sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas tak pernah lepas dari Ujian Nasional.
Sebenarnya cukup sedikit sumber yang menjelaskan mengenai pengertian ujian nasional. Namun begitu saya akan mencoba mendefinisikan mengenai ujian nasional. Ujian nasional adalah suatu bentuk tes tertulis, beberapa mata pelajaran tertentu yang diperuntukkan bagi mereka siswa-siswa yang berada di tingkatan tertinggi suatu lembaga pendidikan (kelas 6 SD, kelas 3 SMP, kelas 3 SMA) sebagai syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Ujian nasional juga bisa diartikan sebagai suatu bentuk tes tertulis guna menentukan kelulusan dari suatu lembaga pendidikan, dan ujian nasional ini diadakan atau diselenggarakan oleh pemerintah.
Dan ujian nasional ini bersifat menyeluruh, menyeluruh dalam artian baik sekolah negeri maupun sekolah swasta yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan diharuskan bagi siswa-siswanya untuk mengikuti ujian nasional.
Ujian Nasional (UN) sangat menjadi momok yang menakutkan bagi peserta didik (murid) di dalam menyelesaikan studinya di sekolah formal. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya kasus peserta di didik yang tidak lulus dari ujian nasional, baik pada jenjang pendidikan SMP maupun jenjang pendidikan SMA, meskipun murid tersebut di nilai pintar, cerdas dan telah di terima di perguruan tinggi baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Di samping itu timbulnya permasalahan tersebut karena adanya kesan tidak adil untuk sekolah-sekolah yang kurang mendukung dalam hal media pembelajaran, sarana dan prasarana belajar bagi sekolah yang berada di pedesaan dibandingkan pada sekolah yang berada di perkotaan.
Selain itu penyebab permasalahan ini karena fenomena di kalangan peserta didik (siswa) itu sendiri sebagai generasi penerus bangsa yang cenderung tumbuh dan berkembang sebagai bangsa yang lembek, kurang gigih, dan kurang berani dalam menghadapi tantangan hidup. Bila kita lihat realita di lapangan bahwa sebagian dari murid di dalam kurangnya pandangan murid terhadap pentingnya pendidikan baik bagi diri mereka sendiri maupun untuk bangsa dan negara.
Dari berbagai fenomena di atas jelas sekali penyebab dari murid yang gagal di dalam menyelesaikan studinya di sekolah formal. Hal tersebut haru mendapat perhatian yang lebih dan pemerintah untuk mencari benang merah dan fenomena ataupun permasalahan ini.
Kita tahu bahwa setiap kali hasil Ujian Nasional itu jenjang SMP, maupun SMA dipublikasikan, banyak siswa yang tidak lulus karena nilai di bawah nilai minum kelulusan yang telah ditetapkan pemerintah saat itu juga lah bertubi-tubi kritikan terus-menerus di layangkan masyarakat kepada pemerintah. Mulai dari “tidak sensitif terhadap permasalahan”, sampai ke pelanggaran HAM oleh pemerintah.
Sayangnya hamper semua kritikan tidak konstruktif. Misalnya, pernah ada siswa kritikan tidak konstruktif. Misalnya, pernah ada siswa yang memperotes kenapa belajar 3 tahun di tentukan 3 jam? Ada juga yang protes kenapa kelulusan ditentukan hanya dengan 3 mata pelajaran?. Kalau ujian 3 mata pelajaran saja tidak lulus, kalau di tambah lagi, jangan-jangan semakin tidak lulus?
Ujian 3 jam untuk menilai proses belajar 3 tahun juga tidak dapat terlalu dipersalahkan. Tentu saja hasil ujian nasional lebih bisa mencerminkan kualitas akademik siswa kalau frekuensinya lebih sering (contoh: 3 bulan sekali). Tetapi dengan kekurangan anggaran nasional yang terus terjadi, akan terasa lebih pantas kalau dana pemerintah dipakai untuk memperbaiki kualitas guru dan sarana pengajaran.
Ini mengingat kita kalau UN bukan masalah gampang. Di satu sisi eksekutif ditekan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan disisi yang lain juga dituntut untuk meluluskan sebanyak mungkin siswa.
Ada dua rantai dalam meningkatkan kualitas pendidikan, pertama meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri, dan yang kedua adalah mengevaluasi output dari hasil pendidikan, antara lain dengan ujian nasional. Jika kualitas pendidikan sudah lebih baik.
Namun begitu di dalam pelaksanaannya, Ujian Nasional tetap saja menuai kontroversi. Jika disimpulkan, kontroversi yang terjadi terbagu menjadi dua bagian, yaitu: pertama, Ujian Nasional dihapuskan saja baik sebagai penentu kelulusan maupun tidak. Kedua, Ujian Nasional tetap dilaksanakan, namun hanya sekedar pemeta mutu pendidikan saja bukan sebagai satu-satunya penentu kelulusan.
Kedua kontroversi itu mempunyai alasan-alasan tersendiri. Bagi pihak yang mendukung Ujian Nasional atau bisa juga disebut pihak yang menolak sama sekali keberadaan atau pelaksanaan Ujian Nasional mempunyai beberapa alasan. Pertama, Ujian Nasional tidak mencerminkan keadilan bagi si anak didik. Dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan karena kelulusan Ujian Nasional hanya ditentukan oleh hasil Ujian Nasional yang dilakukan dalam beberapa hari saja. Padahal dalam waktu beberapa hari itu, bisa saja si anak didik kurang fit atau mendadak sakit. Oleh karena itu, apa yang sudash dipelajari dan dikerjakan selama tiga tahun serasa sia-sia.
Selain itu, perlu diketahui bahwa tidak semua anak didik paham dan menguasai semua bidang studi. Pada bidang studi. Pada bidang studi tertentu, ia akan mengalami kewalahan. Misalnya, bisa saja si anak didik sangat menguasai bidang kimia bahkan sangat menguasainya, namun dalam bidang bahasa Inggris atau bahasa Indonesia dia justru lemah. Hal-hal seperti inilah yang terjadi ketika seorang juara Olimpiade Fisika Nasional ternyata bisa kalah di Ujian Nasional.
Pada kasus yang lain, tujuan pendidikan sesungguhnya bukan hanya membentuk manusia yang berkualitas dalam bidang akademik, namun lebih dari itu membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berkepribadian baik, berakhlak, bermoral, berbudi pekerti dan beretika adalah tujuan yang seharusnya lebih diprioritaskan. Saat ini, begitu banyak manusia pintar di Indonesia, namun mengapa keadaan bangsa kita begitu-begitu saja? Hal itu disebabkan tak lepas dari minimnya manusia bermoral dan beretika sehingga kepintaran dan kelebihannya itu bukannya digunakan untuk membangun bangsa malah hanya digunakan untuk membangun bangsa malah hanya untuk kepentingan sendiri dengan cara membodohi atau menipu orang lain bahkan dengan melakukan korupsi. Lalu apakah di butuhkan orang pintar namun tak berakhlak mulia? Bukankah minimal lebih sebaliknya? Walaup sebenarnya sangat diharapkan orang yang pintar dsan berakhlak mulia, bukan?
Alasan kedua mengapa pihak-pihak tersebut menolak ujian nasional adalah belum meratanya kelengkapan sarana dan prasarana persekolahan kita. Bukan hanya sekolah di kota atau desa terpencil, namun antara sekolah negeri dan swasta juga masih berbeda jauh. Sebagai contoh masih mampukah kita menyetarakan pendidikan di kota Medan yang hamper semuanya sudah memenuhi standar baik sarana dan prasarananya dengan pendidikan di Samosir misalnya yang guru untuk SD yang terdiri dari enam kelas saja hanya tiga atau empat orang, itupun sudah dihitung bersama kepala sekolahnya?
Lulus ujian nasional adalah impian setiap siswa atau siswi kelas tiga pada jenjang SMA dan SMP. Gonjang-ganjing Ujian Nasional (UN) telah menjadi polemic yang tak terselesaikan di Indonesia. Setiap tahun ada saja masalah yang membuat terkait penyelenggaraan Ujian Nasional. Beberapa diantaranya seperti makelar jawaban, jual beli soal, pencurian soal, unjuk rasa, kasus-kasus bunuh diri, frustai, dan dampak psikologis terkait siswa atau siswi yang tidak lulus dan lain-lain.
Penyelenggaraan Ujian Nasional menjadi momok menakutkan bagi siswa atau siswi kelas tiga SMP maupun SMA. Beban yang dipikul pelajar jenjang pendidikan pada kelas tiga ini sangat berat. Untuk mencapainya, mereka harus belajar, mengikuti les tambahan, bahkan kursus private. Ini bagi mereka yang mampu membayar. Bagaimana dengan yang tidak mampu? Kesibukan menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional ini menyebabkan siswa atau siswi kehilangan waktu untuk istirahat dan bersosialisasi dan keluarga maupun lingkungan sekitarnya sehingga siswa atau siswi terkesan menjalani hidup yang tidak alamiah atau wajar dan penuh tekanan ini tidak baik bagi perkembangan emosional siswa atau siswi yang bersangkutan.
Selama ini belum ada formula yang efektif untuk menggantikan Ujian Nsional. Pemerintah dituntut untuk menaikkan standar pendidikan. Cara pemerintah yang dapat dilihat orang awam adalah dengan selalu menaikkan angka standar lulus. Jika standar ini diterapkan terus bagaimana dengan sekolah di desa terpencil yang guru cuma tiga orang untuk melayani tiga kelas? Bagaimana dengan sekolah yang tidak memiliki sarana prasarana seperti laboratorium dan perpustakaan? Apakah mereka mampu menjawab soal yang sama dengan anak-anak di Ibukota yang jelas sekali perbedaannya? Tidak adanya pemerataan ini menyebabkan penerapan Ujian Nasional tidak dapat meratakan kualitas pendidikan di Indonesia.
Ada seseorang yang merasa prihatin terhadap permasalahan Ujian Nasional ini. Dan beliau mengusulkan sebuah metode yang diberi nama Nilai Akhir Kumutatif. Inti dari metode ini adalah mengumpulkan nilai laporan pendidikan selama tiga tahun untuk di jadikan nilai akhir kumulatif. Rekapitulasi nilai siswa/siswi yang dihitung secara kumulatif lebih mewakili prestasi siswa/siswi selama tiga tahun disbanding nilai ujian nasional yang hanya tiga hari.
Dengan menerapkan metode ini, peran guru yang beberapa waktu hilang karena kekakuan dari Ujian Nasional akan kembali seperti sediakan. Perlu diketahui, guru lebih mengenal siswa/siswinya disbanding dengan mesin pengolah data UN.
Pemerintah dapat mengatur berapa standar Nilai Akhir Kumulatif yang dibutuhkan sebagai syarat kelulusan siswa/siswi tidak akan merasa kecewa jika kerja kerasnya selama tiga tahun dinilai dengan prestasi belajar yang diperoleh selama tiga tahun pula. Demikian juga dengan guru, mereka akan rela dan senang melepaskan siswa/siswinya ke jejang yang lebih tinggi dengan penilaian akhir seperti ini.
Beberapa keunggulan dari solusi ini:
1)      Pemerintah mengkaji ulang tulisan ini untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif.
2)      Masalah makelar soal, jual beli soal penipuan dan pencurian terkait UN, dan lain-lain akan dapat dihapuskan.
3)      Peran guru akan kembali seperti biasa seperti sediakala, dan peran guru sangat sentral dalam memajukan standar pendidikan.
4)      Nilai akhir kumulatif dapat mewakili prestasi belajar siswa/siswi selama yang bersangkutan menempuh jejang pendidikan. Demikian juga, metode ini mewakili kinerja guru selama mereka mengajar.
5)      Dampak psikologis bagi siswa/siswi guru maupun orang tua akan berkurang. Siswa/siswi tidak sertakan dan memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan sekelililingnya.
Demikian solusi yang ditawarkan oleh seorang sumber. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut guna untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat guna penyelesaian masalah UN ini.

Kesimpulan
Dengan mempertimbangkan apa yang telah saya kemukakan di depan, baik ditinjau dari tujuan beserta permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan, saya berpendapat bahwa sebaiknya ujian nasional tetap dilaksanakan sebab persiapan-persiapan kea rah ini pasti sudah dilakukan baik oleh pemerintah, guru, hanya mengubah kebijakan bahwa ujian nasional tidak dijadikan lagi sebagai satu-satunya standar kelulusan bagi peserta didik.
Ada baiknya pemerintah bersama masyarakat bermusyawarah, bersama-sama mencari solusi dan jalan yang terbaik yang tentunya tidak merugikan pihak manapun guna menyelesaikan masalah ujian nasional tersebut.
Demikian kiranya yang dapat saya sampaikan dalam makalah ini. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Sungguh kesempurnaan hanyalah milik Allah, dan kekurangan semata karena kelemahan saya.
















No comments:

Post a Comment

Adbox