Breaking

LightBlog

Friday, February 22, 2013

PARTISIPASI PAJAK DALAM PEMBANGUNAN

PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sektor terpenting dalam pembangunan dan mempertahankan tegaknya Negara Indonesia, tanpa pajak pasti pembangunan nasional tidak akan terwujud.
Pembangunan nasional pada dasarnya diselenggarakan untuk masyarakat dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Untuk mensukseskan pembangunan nasional, maka peranan penerimaan dalam negeri sangat penting serta mempunyai kedudukan yang strategis. Roda pemerintahan dan pembangunan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dana, terutama dana dari pemerintah dalam negeri.
Dengan adanya pengikutan kebutuhan dana pemerintah yang relatif cukup besar untuk menjalankan roda pemerintahan maka pemerintah cenderung mengoptimalkan sumber-sumber pemerintahan negara yang stabil, berasal dari masyarakat sendiri dan dari realokasi dana yang berasal dari simpanan masyarakat yaitu dari sektor perpajakan.
Oleh karena itu sektor perpajakan harus dioptimalkan sedemikian rupa sehingga dapat menopang dalam pembangunan nasional di Indonesia.
Adapun berbagai permasalahan yang selama ini terjadi diantaranya; Bagaimana cara untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk membayar pajak?; Bagaimana mengotimalkan potensi negara dari sektor perpajakan?; Bagaimana peranan pajak dalam pembangunan nasional di Indonesia?

PEMBAHASAN
2.1.  Pembahasan Masalah dan Solusi
A.    Bagaimana cara untuk memberi kesadaran kepada masyarakat untuk membayar pajak?
Saat negara membutuhkan pajak untuk melanjutkan pembangunan, kesadaran dan kepatuhan seluruh masyarakat untuk membayar pajak tampaknya sudah harus segera diwujudkan. Siapapun tentu tidak ingin dikatakan sebagai penumpang gelap (free rider) karena tidak mau bayar pajak.
Membayar pajak bagi seseorang adalah satu beban yang tidak bisa di hindari. Sejarah mencatat tidak ada satu orangpun yang rela membayar pajak. Namun, membayar pajak adalah satu keharusan/kewajiban yang melekat pada setiap orang yang sudah berpenghasilan. Bahkan untuk jenis pajak pembangunan nilai (PPN), akan terkena pada setiap orang sekalipun tidak berpenghasilan.
Undang-Undang Pajak memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk memperbaiki laporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) yang tidak benar. Jika masa perbaikan SPPT tidak digunakan, adalah wajar jika negara nenuntut mereka untuk mematuhi UU pajak.
Kalau pajak tidak bisa dihindarkan lagi dalam kehidupan setiap orang, masyarakat harus menyikapinya dengan benar, hindarkan cara berfikir untuk menghindari pajak.
Kesadaran dan kepatuhan sudah saatnya ditanamkan dalam diri setiap orang (wajib pajak).
Bila itu terjadi, keyakinan dalam pembangunan nasional di negeri ini pasti akan terjadi.

B.     Bagai mana Mengoptimalkan Potensi Negara dari Sektor Perpajakan?
Krisis ekonomi yang melanda bagsa Indonesia beberapa tahun silam menyebabkan terganggunya sumber-sumber penerimaan negara, dimana. sumber penerimaan tersebut ditujukan untuk membiayai penerimaan rutin dan untuk membiayai proyek-proyek yang  diselenggarakan oleh pemerintah.
Karena itulah maka diperlukan upaya untuk meningkatkan penerimaan negara. Pemerintah menyadari bahwa penerimaan dari sektor migas kurang dapat diandalkan, sebab sektor migas merupakan hasil alam yang semakin lama semakin berkurang dan tidak dapat diperbaharui. Sedangkan upaya dari pinjaman luar negeri, pemerintah lebih mengharapkan bantuan dalam bentuk cuma-cuma atau hibah dan menolak bantuan dengan syarat tertentu, seperti turut campur dalam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Menyadari hal tersebut secara bertahap ketergantungan terhadap, sektor migas dan pinjaman luar negeri mulai dikurangi. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dalam mencari sumber penerimaan negara yaitu dengan jalan mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif yang dianggap potensial dan juga dapat diandalkan. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengoptimalkan penerimaan negara, terutama dalam sektor pajak. Adapun salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat yang kiranya dianggap paling besar saat ini dalam kaitannya dengan sektor pajak adalah melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang perpajakan. Namun usaha untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak sampai saat ini ternyata belum berialan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena adanya keengganan masyarakat dalam memenuhi atau melunasi kewajiban perpajakannya, sehingga mengakibatkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ataupun Surat Tagihan. Apabila dari surat ketetapan atau Surat Tagihan tersebut tidak segera dilunasi maka akan menimbulkan tunggakan pajak. Apabila kekurangan pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak tersebut sampai dengan jatuh tempo, maka penagihan pajak dianggap perlu untuk dilaksanakan sebagai salah satu upaya pencapaian penerimaan pajak.
Adapun dalam pelaksanaan penagihan pajak tersebut turut melibatkan peran aktif dari aparatur pajak yang biasa disebut Fiskus. Namun hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh Fiskus dalam pelaksanaan penagihan pajak yaitu suatu kewajiban perpajakan dianggap telah hilang atau gugur apabila telah melewati jangka waktu tertentu.
Dengan mencegah daluwarsa pengalihan pajak berarti juga menyelamatkan penerimaan pajak negara. Untuk itu, segala daya dan upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan Negara, baik dari sector migas dan non migas. Salah satu dari sector migas dan non mogas, salah satunya dari sektor pajak. Dalam hal ini, upaya penagihan pajak perlu mendapat perhatian yang serius dalam penanganannya sehingga dapat merealisasikan peningkatan penerimaan pajak negara.

C.    Bagaimana Peran Pajak dalam Pembangunan Nasional Indonesia
Peran pajak sangat menentukan maju mundurnya negara kita mengingat sektor pertambangan dan energi, pertaian, ekspor dll, tidak dapat kita andalkan. Setiap tahun negara kita masih mengandalkan pajak sebagai urat nadi bangsa untuk memutar roda prekonomian bangsa dan membangun negara. Seandainya pajak yang merupakan faktor terpenting dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur tidak dijalankan sesuai dengan semestinya maka dapat dipastikan masyarakat adil dan makmur tidak akan terwujud.
Sebagai warga Negara yang baik seharusnya kita menempatkan pajak sesuai dengan fungsi yaitu sebagai budgetair (Anggaran) dan Reguler (mengatur).
Budgetair merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluarannya sedangkan reguler adalah merupakan alas untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Namun pada kenyataannya fungsi budgetair belum dilaksanakan sepenuhnya oleh penerimaan dan pelaksanaan dana dari pajak, untuk fungsi budgetair, pajak tidak dapat secara maksimal dapat membiayai pemerintah hal ini disebabkan banyaknya oknum pemerintah yang tidak memiliki nurani untuk berpikir demi kepentingan bangsa dan negara. Oknum pejabat Departemen, Oknum pejabat BUMN, Oknum pejabat Pemda, Oknum pejabat Bank Indonesia, Oknum pejabat Kejaksaan, Oknum Pejabat Kepolisian, dan lain-lain telah begitu banyak merugikan negara dengan tidak memanfaatkan dana yang telah diterimanya untuk kepentingan dan kebutuhan departemen maupun instansinya sesuai yang diharapkan, namun seperti banyak kita ketahui mereka malah meninggikan anggaran pembelanjaan agar pemerintah mengucurkan dana sesuai yang diharapkan, bahkan lebih naif lagi mereka berkolusi dengan pengusaha swasta untuk meninggikan harga barang atas pesanan pejabat, tentunya ada beberapa pengusaha yang melakukan apapun yang diminta oknum tersebut daripada tidak ada proyek. Selama ini dapat kita ketahui begitu banyaknya proyek yang menguntungkan kalangan mereka dengan modal nepotisme.
Pemanfaatan dan penggunaan dana yang bersumber dari pajak dan dikorupsi oleh pejabat pemerintah, mengakibatkan para pegawai pajak merasa malas untuk mencari dana sebesar mungkin karena nantinya akan digerogoti oleh orang lain untuk kepentingan pribadi. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai sendiri, oknum pejabatnya sebagian besar malah melakukan praktek kolusi yang merugikan negara milyaran rupiah, dapat kita bayangkan seandainya penerimaan pajak yang ada misalnya 80% adalah setelah dilakukan kolusi berarti dapat kita bayangkan seandainya tidak terdapat kolusi pasti anggaran pembangunan kita bisa mencapai ribuan trilyun rupiah yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
Fungsi Mengatur bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai selama ini belum dapat kita katakan mengatur namun hanya sebagai penghimpun dana bagi negara, mengapa? karena peranan pajak tidak independen dalam melakukan tugasnya, banyak sekali intervensi yang dilakukan pemerintah sehingga pajak menjadi pengatur yang bisa dan dapat diatur, dan bukan lagi sesuai fungsinya yaitu mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan sosial dan ekonomi sesuai yang kita harapkan. Para pejabat pemerintah tingkat eksekutif di Indonesia, Para pengusaha jimbaran (Konglomerat) yang dekat dengan kalangan pemerintah seakan-akan mereka itu kebal terhadap pajak mengingat mereka itu pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia.
Solusi apa yang harus kita lakukan agar pajak menjadi besar dan independen serta diakui oleh rakyat Indonesia bahwa karena pajaklah kita dapat membangun sehingga rakyat begitu bangga melihat pegawai pajak.
Pengendalian Intern yang baik seharusnya sebuah organisasi itu harus memiliki empat (4) unsur pengendalian intern yaitu :
1.      Organisasi yang memisahkan tanggung jawab dan wewenang secara tegas
2.      Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
3.      Praktek yang sehat
4.      Pegawai yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Sesuai unsur pertama dari pengendalian intern sebaiknya Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dipisahkan dari Departemen keuangan, karena dalam sebuah organisasi fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan fungsi akuntansi harus dipisahkan agar jelas wewenang dan tanggung jawabnya. Demikian juga mengenai pajak dan cukai, dalam hal ini pajak dan cukai yang berfungsi sebagai operasi negara untuk mendapatkan penghasilan seharusnya dipisahkan dari Departemen keuangan yang memiliki fungsi akuntansi karena apabila Dirtjen Pajak dan Dirtjen Bea Cukai dibawah Departemen Keuangan maka pajak tidak dapat secara optimal untuk mencari dan menggali sumber dana untuk penerimaan negara mengingat intervensi Departemen keuangan sebagai induk atau atasannya yang dapat mengaturnya setiap saat sehingga dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai tidak independen, tidak dapat melakukan tugas dan wewenangnya secara tegas dan tidak berfungsi mengatur dan melaksanakan kebijaksaaan sosial dan ekonomi secara langsung karena kebijaksanaanya diatur dan dikemudikan oleh Departemen Keuangan (dalam hal ini Menteri Keuangan).
Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai tidak memiliki otorisasi yang penuh melaksanakan tugasnya guna menggali potensi yang ada, karena di Indonesia, Pajak adalah merupakan tugas yang kecil sehingga hanya cukup dilakukan oleh seorang Pejabat selon satu (1). Hal ini dapat dipastikan pajak tidak memiliki wibawa bagi departemen yang lain, sehingga saat instansi pajak meminta data dari instansi lain tidak pernah ditanggapi secara serius bahkan terkesan dilecehkan. Hal ini berbeda jika pajak berdiri sendiri dan independen kalau perlu sejajar dengan lembaga tinggi negara dan minimal dibawah Presidern Langsung, maka dapat dipastikan wibawa Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai akan semakin ada, sehingga memudahkan pajak untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sehingga instansi lain akan bersedia memberi keterangan yang dapat digunakan bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai untuk meningkatkan penerimaan negara. Penulis yakin seandainya peranan dan fungsi pajak diperbesar wadah dan wewenangnya dipastikan pajak akan menjadi primadona negara kita sepanjang negara kita ada.
Praktek yang sehat dalam hal ini merupakan faktor terpenting dari unsur pengendalian intern, karena dengan adanya praktek yang sehat maka semuanya akan menjadi benar dan dengan yang diharapkan. Namun bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai penarik dana untuk membangun negara maka hendaknya Para pegawai pajak diberi imbalan insentif yang lebih besar, karena resikonya sangat tinggi. Seperti kita, ketahui, setiap pegawai pajak dan cukai dibagian Pemeriksaan selalu menghitung angka milyaran dan dapat bayangkan betapa hebatnya gangguan mental di Pajak dan Bea Cukai. Dalam hal ini seharusnya pemerintah melakukan tindakan berupa pemberian hadiah bagi yang berhasil meningkatkan prestasi kerja dan senantiasa berdedikasi tinggi, jujur dan amanah demi bangsa dan negara Indonesia. Hadiah dalam hal ini dapat berupa pemberian persentase misalnya 0.001 % dari penerimaan pajak dan cukai yang telah dibayar Wajib Pajak jika melampaui target penerimaan untuk tiap kantor, lalu dibagi proporsional oleh kepala kantor sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hal ini akan lebih besar manfaatnya karena kolusi yang dilakukan nilainya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan tunjangan jabatan dan resiko. Disamping itu kita harus juga menerapkan hukuman bagi pegawai pajak yang jelas-jelas melanggar aturan yaitu pegawai yang melakukan kolusi dengan wajib pajak sehingga negara, dirugikan atau bagi pegawai yang sengaja melakukan pungutan liar untuk mengurus dokumen pajak, misalnya pembuatan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Pungutan menerima laporan SPT, Pungutan yang tidak resmi lainnya, hukuman ini dapat berupa sanksi Pidana dan penjara yang seberat-beratnya, lebih dari hukuman seorang perampok sekalipun sebab hasil kolusi dan pungutan liar pegawai pajak sebagian besar melebihi hasil pencurian atau perampokan.
Pengadilan intern yang tidak kalah pentingnya adalah pegawai pajak dan cukai yang mempunyai kualitas dan bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapainya. Dalam hal ini harus dilakukan dua hal pokok, yang pertama tindakan pembenahan, pembenahan ini meliputi pembersihan pejabat pada instansi Diretorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai yang terlibat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Yang kedua adalah tindakan perekrutan pegawai yang jujur, berkualitas, bertanggurigjawa, dan loyalitas terhadap bangsa dan negara. Hal ini dapat dilakukan dengan menyeleksi bibit baru dan dididik dengan keterampilan dan persiapan mental bekerja.
Salah satu cara adalah memberdayakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang selama ini menjadi roda bagi pelaksanaan pajak di Indonesia. Pemberdayaan itu meliputi peningkatan pendidikan keterampilan mengenai Pajak dan wawasan kedepan. Terpenting adalah pendidikan mental anti kolusi, berkisar dampak dan cara penanggulangan kolusi. Pendidikan mental dapat dilakukan dengan menambah pendidikan agama dan hukum yang berdampak besar terhadap ketentuan halal dan haram, sehingga nuraninya menjadi lebih peka akan tindakan yang sebaiknya harus dilakukan karena dipundaknyalah negara kita bergantung.

PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Saatnya memberikan kesadaran kepada wajib pajak untuk taat dan patuh membayar pajak. Ini bias di lakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk memperbaiki laporan SPT (tahunan) dan jika perbaikan SPT tidak di gunakan, maka negara akan memberikan tuntutan berdasarkan UU Pajak. Kemudian masyarakat hindarkan cara berfikir untuk menghindar dari pajak. Bila itu telah terjadi keyakinan dalam pembangunan nasional di negeri ini pasti akan terjadi.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencari sumber penerimaan negara yaitu dengan jalan mencari sumber-sumber pembiayaan alternatif yang dapat diandalkan yaitu dari sektor perpajakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Adapun salah satu bentuk keikut sertaan masyarakat yang dianggap paling besar saat ini dalam kaitannya dengan sektor pajak adalah melakukan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan UU Pajak, dan upaya penagihan pajak perlu mendapat perhatian yang serius dalam penanganannya sehingga dapat merealisasikan peningkatan penerimaan pajak negara.
Peran pajak dalam pembangunan di Indonesia sangatlah besar dan sangat penting bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu dioptimalkan sehingga kehidupan masyarakat Indonesia akan damai sejahtera.

3.2.  Saran
Diharapkan agar rakyat Indonesia taat dan patuh untuk membayar pajak dan setiap rakyat Indonesia harus sadar bahwa dengan semakin menikmati hasil-hasil pembangunan semakin besar, kesadaran akan tanggung jawab menjadi nilai yang fundamental dalam pembangunan nasional.
Oleh karena itu, peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan daerah maupun nasional harus ditumbuhkan dengan mendorong kesadaran, pembangunan dan penghayatan anggota masyarakat bahwa pembangunan nasional adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. 

No comments:

Post a Comment

Adbox